Polri Pasti Perhatikan Kondisi Kesehatan Ferdinand Hutahaean
- dok Polri
VIVA – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan memastikan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, terus memperhatikan kondisi kesehatan Ferdinand Hutahaean di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim.
“Penyidik selalu memperhatikan kesehatan setiap tahanan,” kata Ramadhan di Mabes Polri pada Kamis, 13 Januari 2022.
Saat ini, Ramadhan mengatakan penyidik masih terus melakukan proses penyidikan terhadap Ferdinand sebagai tersangka kasus menyiarkan berita bohong dengan sengaja membuat keonaran di tengah masyarakat.
“Saat ini masih berproses. Terkait kesehatan FH secara continue dan berkala setiap hari dilakukan pemeriksaan kesehatan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Ferdinand Hutahaean sempat menolak dilakukan pemeriksaan setelah ditetapkan sebagai tersangka karena alasan kesehatan. Padahal, Ferdinand ketika dilakukan pemeriksaan sebagai saksi itu bersedia diminta keterangannya oleh penyidik.
Namun, penyidik melakukan gelar perkara meningkatkan status Ferdinand dari saksi menjadi tersangka. Disitu, ia menolak diperiksa sebagai tersangka.
“Jadi ketika dinyatakan sebagai tersangka, kemudian lanjutan pemeriksaan sebagai tersangka. Setelah dinyatakan tersangka kemudian pemeriksaan sebagai tersangka, yang bersangkutan menolak karena kesehatan,” jelas Ramadhan.
Ferdinand disangkakan Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Selain itu, Pasal 45 Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang ITE dan ancamannya secara keseluruhan 10 tahun penjara.
Adapun bunyi Pasal 14 Ayat (1) dan (2) KUHP yaitu;
Pasal 14
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Selanjutnya, bunyi Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah, ‘Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).’