Penempatan Polri di Bawah Presiden Dinilai Sudah Tepat, Ini Alasannya
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Pengamat Kepolisian Irjen Pol Purnawirawan Sisno Adiwinoto menyatakan bahwa keberadaan Polri yang di bawah Presiden sudah benar dan tepat. Hal ini menanggapi isu yang dilontarkan Gubernur Lemhanas Agus Widjojo yang ingin Polri di bawah Kementerian.
Menurut Sisno, sistem Kepolisian di dunia terbagi menjadi tiga yaitu sentralistik, tersebar (fragmented) dan integral.
"Polisi Indonesia (Polri) menuju sistem integral, tetapi masih sentralistik. Polri pernah memakai sistem tersebar sejak proklamasi kemerdekaan sampai dengan 30 Juni 1946, dimana ada Polisi Surabaya, Polisi Medan, Polisi Bandung dan Polisi Makassar dengan sebutan Hoof Bireuo," kata Sisno dalam keterangan tertulisnya, Senin, 3 Januari 2021.
Sisno menuturkan, tidak ada satu sistem Kepolisian yang dianut secara seragam atau sama diseluruh dunia. Hal tersebut bergantung dari sejarah terbentuknya organisasi polisi, aturan konstitusinya dan undang-undang yang berlaku.
"Perlu wawasan dan pengalaman yang berdasar fakta bukan mitos. Jangan sampai hanya karena mengetahui atau mendengar suatu negara menempatkan organisasi polisi berada di bawah suatu Kementerian, lantas ingin menerapkan dengan mengusulkan organisasi Polisi di Indonesia yaitu Polri harus di bawah suatu Kementerian," katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, sesungguhnya ide menempatkan Polri di bawah Kementerian tersebut bukan saja merupakan pendapat yang sudah usang, yang sudah sering digulirkan. Tetapi mungkin karena adanya kepentingan tertentu atau merupakan ide yang sembarangan ide menempatkan Polri di bawah Kementerian kembali muncul.
"Dan yang pasti mungkin karena kurang memahami sistem kepolisian di dunia maupun sistem kepolisian yang berlaku di Indonesia," ujarnya.
Sudah Sesuai Konstitusi
Khusus untuk Indonesia, kata Sisno, penempatan organisasi Polri sekarang ini, sudah sesuai dengan konstitusi yaitu UUD 1945, ketetapan MPR nomor VII tahun 2000 dan undang-undang nomor 2 tahun 2002.
Oleh karenanya usulan menempatkan organisasi Polri harus berada di bawah kementerian adalah pemikiran yang inkonstitusional dan mengingkari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum.
Selain itu, ia menyebut usulan menempatkan Polri di bawah Kementerian tidak memahami prinsip-prinsip dasar terkait dengan tugas-wewenang administrasi di bidang keamanan dan ketertiban umum sebagai bagian dari kekuasaan Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum, khususnya kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara.
"Dalam konteks ini, tugas memelihara, menjaga, dan menegakkan keamanan dan ketertiban umum merupakan tugas-wewenang paling awal dan tradisional dari setiap pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan bahwa asal mula pembentukan negara dan pemerintahan yang pertama-tama ditujukan pada usaha memelihara, menjaga, dan menegakkan keamanan dan ketertiban umum. Tugas semacam itu terdapat juga dalam tujuan membentuk Pemerintahan Indonesia Merdeka sebagaimana disebutkan dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang antara lain menyebutkan 'melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia'," katanya.
Oleh karena itu untuk menegakkan hukum, ketertiban dan keamanan harus ada alat negara (Polisi), yang sekaligus melaksanakan tugas-wewenang administrasi Presiden di bidang keamanan dan ketertiban.
Kemudian, ia menuturkan, sistem administrasi kepolisian di semua negara terkait dengan sistem administrasi negara, sistem peradilan pidana, dan sistem keamanan negara dari negara tersebut. Demikian pula negara Indonesia, walaupun ada amandemen UUD 1945, namun suatu fakta bahwa semenjak 1 Juli 1946, Polri merupakan Kepolisian Nasional yang berada di bawah Perdana Menteri/Presiden.
Dengan penempatan Polri di bawah Presiden, lanjut Sisno, memungkinkan Kapolri untuk ikut dalam sidang kabinet agar situasi dapat secara langsung mengikuti perkembangan situasi nasional, sehingga dapat bertindak cepat dalam mengatasi setiap masalah aktual dan strategis.
"Keikutsertaan Kapolri dalam sidang kabinet, bukan berarti Kapolri merupakan menteri sebagai bagian dari anggota kabinet, namun hanya sebagai "cabinet member", tepatnya pejabat negara setingkat menteri," katanya.
Ia mengatakan, kedudukan Polri dalam sistem ketatanegaraan yang berada di bawah Presiden, memiliki makna bahwa Polri sebagai perangkat pemerintah Pusat yang lingkup wewenangnya meliputi seluruh wilayah Indonesia.
"Satuan kewilayahan Polri (Polda di level Provinsi, Polres di level kabupaten/kota, dan Polsek di level kecamatan) merupakan perangkat Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah, bukan perangkat daerah," katanya.
Baik UUD 1945, Tap MPR No. VII/MPR/2000, maupun UU No. 2 Tahun 2002, ia menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
"Sebagai alat negara, Polri berada di bawah dan bertanggung-jawab kepada Presiden selaku Kepala Negara (Head of State). Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, adalah sudah benar dan sangat tepat Polri berada langsung di bawah Presiden, bukan di bawah menteri," katanya.