Penyebab Pembentukan Awan Panas Guguran Gunung Semeru

Gunung Semeru erupsi
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Gunung Semeru di Jawa Timur erupsi, Sabtu, 4 Desember 2021. Gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (Mdpl) itu pada 1 Desember 2021 kemarin tercatat juga mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur 1.700 meter dari puncak, atau 700 meter dari ujung aliran lava, dengan arah luncuran ke tenggara. 

Kepala Sub Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Kehumasan BB TNBTS Sarif Hidayat mengungkapkan, merujuk pada data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Pada 4 Desember 2021 mulai pukul 13.30 WIB terekam getaran banjir. 

Kemudian pada pukul 14.50 WIB teramati awan panas guguran, dengan jarak luncur 4 kilometer dari puncak atau 2 kilometer dari ujung aliran lava ke arah tenggara (Besuk Kobokan), tetapi hingga saat ini sebaran dan jarak luncur detail belum dapat dipastikan.

"Aktivitas Semeru saat ini terdapat di kawah Jonggring Seloko yang terletak di sebelah tenggara puncak Mahameru yang terbentuk sejak 1913. Letusan Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian. Berupa penghancuran kubah atau lidah lava, serta pembentukan lidah lava baru. Penghancuran lidah lava mengakibatkan pembentukan awan panas guguran yang merupakan karakteristik dari Semeru," kata Sarif.

Gunung Semeru erupsi

Photo :
  • Twitter @BNPB_Indonesia

Data pemantauan visual selama 1 hingga 30 November 2021 gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut. Teramati hembusan gas dari kawah utama berwarna putih dan kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal tinggi sekitar 100 hingga 600 meter dari puncak. 

Lalu dilaporkan juga cuaca cerah hingga hujan, angin lemah hingga kencang ke arah utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat dan barat laut. Suhu udara sekitar 20 hingga 32 derajat celcius. Erupsi masih terjadi tidak menerus, menghasilkan kolom erupsi berwarna kelabu dengan tinggi maksimum 300 hingga 600 meter dari atas kawah atau puncak.

"Jumlah dan jenis gempa yang terekam selama 1 hingga 30 November 2021 didominasi oleh gempa-gempa permukan berupa gempa letusan dengan rata-rata 50 kejadian per hari. Dan gempa guguran pada 1 dan 3 Desember 2021, masing-masing 4 kali kejadian. Gempa-gempa vulkanik (Gempa Vulkanik Dalam, Vulkanik Dangkal, dan Tremor) yang mengindikasikan kenaikan magma ke permukaan terekam dengan jumlah sangat rendah," ujar Sarif. 

Hasil analisa sementara dari pengamatan visual menunjukkan pemunculan guguran dan awan panas guguran diakibatkan oleh ketidakstabilan endapan lidah lava dan interaksi batuan yang bersuhu relatif tinggi dengan air hujan. Aktivitas yang terjadi pada 1 dan 4 Desember merupakan aktivitas permukaan (erupsi sekunder). Dari kegempaan tidak menunjukkan adanya kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma atau batuan segar ke permukaan.

"Potensi ancaman bahaya erupsi Semeru berupa lontaran batuan pijar di sekitar puncak, sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin. Potensi ancaman bahaya lainnya berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah atau ujung lidah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Jika terjadi hujan dapat terjadi lahar di sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak," tutur Sarif.