Kutip Data Kemenkes, Gus Yaqut Sebut Omicron Memang Mengkhawatirkan

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat mengumumkan pembatalan haji 2021
Sumber :
  • Kemenag

VIVA – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjawab adanya kekhawatiran menyusul munculnya varian baru COVID-19, Omicron, seiring dibukanya ibadah umrah bagi jemaah asal Indonesia. Menurutnya, varian Omicron memang perlu diwaspadai, tetapi tidak perlu dikhawatirkan berlebihan.

"Terkait Omicron, saya perlu jelaskan sedikit soal Omicron ini--saya juga ada data--memang Omicron ini cucu dari virus COVID-19 yang, menurut kita, menurut data yang saya punya ini, memang ... perlu dikhawatirkan tetapi tidak perlu berlebihan," kata Yaqut di kompeks DPR, Jakarta, Selasa, 30 November 2021.

Yaqut menyebutkan, berdasarkan data yang dia dapat dari Kementerian kesehatan, varian Omicron memiliki kombinasi key mutation atau mutasi berbahaya yang dimiliki variant of concern lainnya. Sejumlah mutasi virus COVID-19 itu menyatu dalam varian Omicron.

"Omicron memiliki potensi atau kemungkinan penularan tinggi dan penurunan efektivitas respons imun antibodi yang sebelumnya terbentuk dari infeksi maupun vaksinasi. Jadi antibodi yang sudah dibentuk karena pernah kena (terinfeksi), atau karena vaksin, itu bisa dihindari oleh jenis virus Omicron ini," ujar Yaqut.

Ilustrasi COVID-19/virus corona

Photo :
  • Pixabay/mattthewafflecat

Namun, tingkat keparahan dari varian ini belum terbukti. Tingkat penularannya memang cepat, tetapi tidak berarti lebih parah. "Tidak ada bukti keparahan yang tinggi dibanding variant of concern lainnya. Jadi menyebar lebih cepat tapi tingkat keparahannya mild--tidak terlalu kuat," katanya.

Yaqut juga mengatakan, di Afrika memang tingkat penularannya cukup tinggi. Namun itu semua juga dipengaruhi oleh tingkat vaksinasi yang masih rendah.

"Kenapa tadi dikatakan Bu Sely [bahwa] kenaikan 500 persen--bukan 500 kali--500 persen di Afrika? Karena memang Afrika itu--secara umum benua Afrika--baru 3,5 persen yang divaksin. Jadi, sangat jauh dibanding kita yang sudah 70-an persen. Jadi saya kira kita perlu waspada tapi tak perlu khawatir terlalu berlebihan. Indonesia terus antisipasi ini," ujarnya.