Marak Pinjol, Jokowi Digugat Warga Indonesia ke PN Jakpus
- istimewa
VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) digugat oleh sejumlah warga ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Gugatan tersebut dilayangkan oleh 19 warga yang menganggap Presiden tak mampu mengendalikan maraknya perusahaan pinjaman online (pinjol).
Dona, salah satu penggugat dari 19 orang warga tersebut mengatakan dirinya pernah menjadi korban teror perusahaan pinjol hingga berbuntut pemecatan dari pekerjaannya. Teror itu terjadi pada pertengahan 2018 saat perusahaan pinjol belum menjamur seperti sekarang.
Atas insiden peneroran itu, Dona pun melapor ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Ia juga merupakan orang yang pertama kali melaporkan teror pinjol ke LBH Jakarta.
"Saya itu korban pertama yang lapor ke LBH. Jadi karena saya pelapor pertama mereka mau saya ikut (dalam gugatan) dan saya pikir juga memang perlu. Kalau enggak ada tindakan enggak berhenti ini masalah," kata Dona di Jakarta pada Selasa 16 November 2021.
Dona menyebut jika saat itu ia belum terlalu memahami cara kerja perusahaan pinjol. Sebab pemberitaan atau informasi terkait bahaya pinjol juga belum ramai seperti sekarang ini.
Akibat kurangnya informasi mengenai bahaya pinjol Dona akhirnya memutuskan untuk meminjam uang. Ia meminjam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya karena menganggap pinjol tersebut sama dengan bank.
Totalnya ia meminjam Rp1,2 juta dari perusahaan pinjol tersebut. Ia mengakui telat membayar utangnya sesuai tanggal jatuh tempo.
Namun ia tidak menerima cara perusahaan pinjol itu yang langsung melakukan prnagihan dengan dengan mengirim SMS blast ke semua nomor kontak di ponselnya.
"Begitu kita telat bayar jadi dia langsung kirim SMS blast. Jadi dia nge-blast ke atasan, rekan kantor, keluarga, dan teman-teman saya," ungkap Dona.
Atasan dia saat itu yang mendapatkan SMS penagihan utang merasa tidak terima. Atasan Donna merasa berkeberatan karena menganggap nomornya dijadikan sebagai jaminan.
"Padahal tidak itu pinjolnya mengakses dari kontak di HP saya," ujarnya.
Ia sudah berupaya menjelaskan ke atasannya itu bahwa ia tidak pernah memberikan nomornya sebagai jaminan. Namun, atasan Donna tidak percaya.
"Dia merasa saya berbohong, akhirnya saya di-PHK. Ya itu sih jahatnya mereka (pinjol)," jelas Dona.
Setelah dipecat dari pekerjaannya, Donna tetap melunasi utangnya di perusahaan pinjol itu. Ia khawatir perusahaan pinjol itu masih akan terus meneror jika ia tak membayar utang.
Totalnya Donna harus membayar utang plus bunga sebesar 1,8 juta. Ia lalu melaporkan peristiwa yang ia alami ke LBH dan menjadi korban pinjol pertama yang melapor.
Kini tiga tahun berselang, LBH Jakarta telah menerima 7.200 aduan masyarakat yang terlibat masalah dengan pinjaman online. Bahkan dalam kurun waktu tiga tahun, data LBH Jakarta menunjukan terdapat 6 sampai 7 orang bunuh diri karena terlibat masalah dengan pinjaman online.
Baru-baru ini, Donna pun kembali dihubungi oleh LBH Jakarta untuk ikut dalam gugatan terhadap pemerintah dan ia menyatakan setuju. Donna berharap dengan gugatan ini, pemerintah bisa menerbitkan aturan yang lebih komprehensif yang melindungi konsumen pinjol.
"Selama belum ada aturan main yang jelas, yang melindungi konsumen, mending pinjol ditutup dulu," kata dia.
Gugatan warga negara atau citizen law suit ini telah didaftarkan ke PN Jakarta Pusat, pada Jumat kemarin, 12 November 2021. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 689/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst.
Selain Presiden Jokowi, warga juga menggugat sejumlah pejabat lain yakni Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate, juga Ketua Dewan komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimbob Santoso. Dalam gugatannya itu, 19 warga meminta majelis hakim untuk menjatuhkan putusan provisi agar pemerintah menghentikan sementara operasional seluruh perusahaan pinjaman online.
"Memerintahkan kepada para Tergugat untuk menghentikan sementara seluruh penyelenggaraan pinjaman online di Indonesia selama gugatan ini berlangsung," demikian bunyi petitum gugatan seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jakarta Pusat (Jakpus)
Warga meminta pemberhentian sementara itu dilakukan sampai majelis hakim telah mengambil putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya warga juga menuntut agar pemerintah menerbitkan regulasi terkait penyelenggaraan pinjaman online yang komprehensif dan menjawab seluruh permasalahan di tengah masyarakat. Hal itu harus dilakukan dengan memastikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara, khususnya hak atas privasi dan hak atas rasa aman.