Jual Beli Vaksin Ilegal, Selvi Pengusaha Properti Divonis 20 Bulan Bui
- VIVA.co.id/Putra Nasution
VIVA – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa jual beli vaksin secara ilegal, bernama Selviwaty alias Selvi. Terdakwa divonis selama 20 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu, 10 November 2021.
Dalam sidang yang digelar secara virtual itu diketuai majelis hakim Saut Maruli Tua Pasaribu. Terdakwa diketahui berstatus pengusaha properti di Kota Medan.
Selvi terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan penyuapan dengan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Mengadili dan memeriksa perkara ini, dengan itu menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Selviwaty alias Selvi hukuman penjara selama 1 tahun dan 8 bulan penjara," kata Saut.
Selain hukuman penjara, majelis hakim mewajibkan terdakwa untuk denda sebesar Rp50 juta.
"Bila mana denda tidak dibayarkan digantikan dengan hukuman kurungan penjara selama dua bulan," sebut majelis hakim.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Selvi terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana yaitu dakwaan Kesatu.
Vonis ini, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendri Edison. Terdakwa Selvi dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara dengan denda sebesar Rp100 juta subsidair 4 bulan kurungan.
Atas putusan ini, terdakwa menyatakan menerima. Sedangkan, JPU Hendri Sipahutar masih menyatakan pikir-pikir.
Dalam kasus ini, JPU menjelaskan terdakwa Selvi mencari orang untuk divaksin. Dengan membayar sebesar Rp500 ribu untuk vaksinasi tahap satu dan tahap II. Ia berstatus pihak swasta melakukan suap kepada dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kasus jual-beli vaksin Sinovac secara ilegal. Dengan melibatkan dua oknum dokter bertugas di Kota Medan.
Terdakwa lainnya, dr. Kristinus Saragih yang merupakan dokter berstatus ASN bertugas di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Lalu, dr.Indra Wirawan berstatus dokter ASN bertugas di Rutan Tanjung Gusta. Kedua terdakwa ini berkasnya terpisah.
Kedua dokter ini, sedang menjalani sidang secara terpisah dengan agenda keterangan para saksi. JPU menyebutkan dua dokter tersebut, berstatus ASN ini sebagai penerima keuntungan dari hasil penjualan vaksinasi, yang seharusnya diberikan kepada masyarakat gratis. Namun, dipungut biaya.
Keduanya, didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau kedua Pasal Pasal 12 huruf b, kemudian pasal ketiga Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Terancam hukuman 15 tahun penjara.
"Awalnya terdakwa Kristinus menolak, kemudian karena disepakati ada pemberian uang sebesar Rp250 ribu per sekali vaksin untuk setiap orangnya, maka dokter Kristinus bersedia melakukan suntik vaksinasi jenis Sinovac," tutur JPU.
Lantaran stok vaksin yang dimiliki terdakwa Kristinus di Dinas Kesehatan tidak cukup. Terdakwa menyarankan agar terdakwa Selvi menghubungi terdakwa dr Indra Wirawan yang bertugas sebagai dokter di Rutan Tanjung Gusta.
"Dan dari sana disepakati tetap 250 ribu sekali vaksin. Dari 250 ribu rupiah itu 220 ribu untuk dokter Indra, sisanya untuk terdakwa Selviwaty," kata JPU.
"Vaksin itu diperoleh para terdakwa dari sisa Rutan dan ada juga didapatkan dari Dinas (Kesehatan) provinsi," imbuhnya lagi.
Dari hasil penjualan vaksin itu, ketiga terdakwa kata Robertson memperoleh keuntungan yang bervariasi. Untuk dokter Kristinus Sagala memperoleh Rp142.750.000 dari 570 orang. Sedangkan yang diterima Selviwaty sebesar Rp11 juta.
"Untuk dokter Indra memperoleh Rp134.130.000 rupiah dari 1.050 orang. Yang diterima Selviwaty sebesar Rp25 juta," kata JPU.