Halim: Porsi Penempatan Perempuan Indikator Keberhasilan SDGs Desa
- Didi-Kemendes PDDT
VIVA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyampaikan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa, memiliki indikator ketat. Menurut dia, salah satunya terkait penempatan posisi perempuan.
Halim mengatakan pelaksanaan SDGs Desa dengan utuh dan menyeluruh akan jadi keberhasilan penempatan proporsi perempuan pada tempatnya.
"Kemendes PDTT berkomitmen kuat terhadap keterlibatan, mengapresiasi, dan mengafirmasi perempuan," kata Halim, dalam keterangannya, dikutip pada Jumat, 5 November 2021,
Dia melanjutkan, penghargaan terhadap perempuan tertuang dalam SDGs Desa di poin kelima, yaitu desa ramah perempuan. Ia bilang, poin ini itu mengatur sejumlah prasyarat seperti peraturan desa atau SK kepala desa yang responsif terhadap gender sehingga mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen.
Kemudian, bisa menjamin kaum perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi hingga pendidikan menyangkut keluarga berencana serta kesehatan reproduksi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan angka partisipasi kasar SMA/SMK/MA/sederajat dalam poin ini juga harus mencapai 100 persen. Pun, jumlah perempuan di badan permusyawaratan desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30 persen.
Dia juga menyinggung pentingnya jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan desa setidaknya bisa minimal 30 persen.
"Kami juga sedang merevisi mekanisme musdes yang mewajibkan keterlibatan 30 persen perwakilan perempuan agar kebijakan yang diambil berpihak kepada kepentingan perempuan," lanjut eks Ketua DPRD Jawa Timur tersebut.
Halim mengatakan indikator lain yang jadi acuan sepert prevalensi kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 0 persen. Dengan kondisi itu, layanan komprehensif mesti capai 100 persen.
Lalu, ia juga menyoroti median usia kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama) di atas 18 tahun. Selain itu, angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR) mencapai 0 persen.
Dia juga menekankan dalam persoalan ini bisa dilihat dari data kepemimpinan perempuan di desa. Kondisi saat ini bahwa Jumlah kepala desa perempuan 3.976 orang atau setara 5 persen dari 74.961 desa.
Sementara, jumlah sekretaris desa perempuan sebanyak 9.081 orang. Angka ini setara dengan 12 persen dari 74.961 desa. Kemudian, anggota badan permusyawaratan desa (BPD) perempuan ternyata lebih banyak yakni 75.164 orang, atau setara 20 persen dari 375.820 legislator desa.
Menurutnya, saat ini yang mendesak adalah peningkatan proporsi perempuan yang berkualitas untuk jadi kepala desa, perangkat desa, dan anggota BPD. Ia berharap makin tingginya proporsi perempuan dalam kepemimpinan desa akan berpengaruh secara positif.
Dia meyakini dengan kebijakan yang permudah akses kaum perempuan maka bisa memenuhi kebutuhan dan arah yang lebih berpihak kepada perempuan.
"Perempuan di desa harus lebih berdaya, termasuk di sektor ekonomi produktif, apalagi di era pandemi COVID-19," ujarnya.