Warga Agam Temukan Tikus Langka yang Mengeluarkan Bau Tajam
- ANTARA
VIVA – Rozi Rahmat (40 tahun), warga Simpang Ampek Tapi, Nagari Lubukbasung, Kecamatan Lubukbasung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menemukan tikus langka dan unik jenis bulan atau Echinosorex gymnura di depan warung miliknya Minggu tengah malam, 31 Oktober 2021.
"Saya melihat satwa langka yang lagi asik bermain sembari mencari makan di halaman depan warung dan langsung saya tangkap menggunakan alat menangkap ikan," katanya di Lubukbasung, Selasa.
Tikus itu langsung dimasukkan ke dalam kandang, lantas menjadi tontonan bagi warga sekitar, mengingat mereka sebelumnya belum pernah melihat tikus itu yang sekilas menyerupai babi dan bulu pada badan bagian atas tubuhnya seperti landak.
"Satwa tersebut termasuk langka dan unik, karena dicari tahu melalui halaman pencarian Google, saya bersama teman atas nama April Yunus (34), tidak menemukan," katanya.
Mengingat itu salah satu satwa langka, ia langsung menghubungi petugas Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Agam. Satwa itu segera diserahkan kepada petugas Resor KSDA Agam untuk dilepasliarkan kembali ke alam.
Kepala Resor KSDA Agam Ade Putra menjelaskan, tikus bulan itu sedang diobsevasi dan diidentifikasi ke kantornya. Berdasarkan hasil identifikasi, tikus itu jenis bulan, berkelamin jantan, berukuran besar dengan panjang tubuh hingga kepala mencapai 32-40 sentimeter, panjang ekor 20-30 sentimeter, dan berat 2 kilogram.
"Tikus bulan itu bakal kita lepasliar ke alam dalam waktu dekat," katanya.
Ia menambahkan, bulu tubuhnya didominasi bulu berwarna putih atau abu-abu keputihan dengan beberapa bulu berwarna hitam yang tumbuh menyebar. Terkadang juga memiliki bulu hitam yang lebih banyak (rapat) di bagian tubuhnya.
Selain ukuran tubuhnya yang ‘meraksasa’ dan warna bulunya, ciri khas lainnya dari tikus bulan adalah bau tubuhnya yang tajam dan khas. Baunya seperti bau kandungan amonia yang tinggi.
Bau itu digunakan untuk memperingatkan tikus bulan lain dan menjauhkan mereka dari predator dan bau ini juga digunakan untuk menandai wilayah kekuasaan mereka.
Moncongnya panjang dan kerap mengeluarkan air liur. Dari ciri terakhir ini sering kali tikus bulan dianggap sebagai ‘selenodon’, tikus primitif yang hidup di Eropa dan Kuba.
Tikus bulan merupakan hewan nokturnal yang hidup secara soliter dan biasa menandai wilayahnya dengan sekresi berbau menusuk dan tajam seperti bau amonia. Mereka tinggal di dalam sarang dalam liang, akar, dan kayu.
Tikus bulan memakan invertebrata seperti cacing tanah, serangga, lipan, kalajengking, kaki seribu, kepiting, dan moluska. Juga memakan katak dan ikan kecil serta buah. "Berkembang biak sepanjang tahun dengan masa kehamilan antara 30-40 hari," katanya.
Daerah sebarannya meliputi Semenanjung Malaya (Malaysia, Thailand, dan Myanmar), Sumatera, dan Kalimantan (Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam). Habitatnya adalah hutan primer dan sekunder pada dataran rendah, hutan bakau, hingga perkebunan, terutama di daerah yang agak basah.
Tikus bulan bisa hidup di hutan hujan, dataran rendah, rawa mangrove, hingga perkebunan. Namun, satwa itu suka dengan tempat yang lembap. Karena itu, di mana pun mereka tinggal, mereka akan membuat rumah di dekat sungai atau rawa.
Jumlah populasi secara global tidak diketahui secara pasti. Namun diperkirakan masih cukup umum. Oleh IUCN Red List dikategorikan dalam status konservasi Least Concern. (ant)