Menguak 'Kuburan' Kapal Van Der Wijck
- binnenvaart.eu
VIVA – Kapal Van Der Wijck menjadi salah satu kapal yang cukup fenomenal. Tenggelam pada tahun 1936 di Laut Jawa, tetapi kesejaharannya masih cukup kuat hingga kini. Terlebih, ketika Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka, mengabadikan peristiwa itu dalam novelnya berjudul ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck’. Lalu beberapa tahun lalu diangkat ke layar lebar.
Kapal yang dibuat tahun 1921 itu, adalah kapal yang sangat besar di masanya. Namun naas, pada Oktober 1936 dalam pelayaran dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menuju Jakarta (saat itu Batavia), kapal tersebut tenggelam.
Namun titik terang penemuan bangkai Kapal Van Der Wijck itu nampaknya akan segera diketahui secara pasti. Adalah arkeolog dari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho, yang memaparkan lokasi kapal tersebut.
Yakni berada pada perairan Brondong Lamongan, Jawa Timur. Ada kemiripan yang ditemukan setelah tim melakukan observasi di laut itu.
"Memang ada kapal karam di titik yang kita duga Van Der Wijck, dari foto-foto dan video yang kami dapatkan. Namun, masih terus proses, dan melakukan identifikasi perlahan-lahan. Jadi, kami terus cocokkan bagian-bagian dengan gambar dari Kapal Van Der Wijck," jelas Wicaksono.
Aksi penyelaman terus dilakukan, untuk ekspolorasi kapal yang diduga kuat Van Der Wijck tersebut. Selain bukti-bukti fisik yang memang mengarah bahwa kapal itu kapal besar dan kapal penumpang, bukan kapal perang, juga berdasarkan cerita warga.
Dia menjelaskan, Kapal Van Der Wijck sangat penting untuk saat ini. Karena banyak generasi yang tahu hanya dari novel Buya Hamka dan dianggap sebagai fiksi. Padahal, peristiwa tenggelamnya kapal tersebut adalah kenyataan.
"Bukti arkeologis yang pertama adalah adanya tugu mercusuar yang berada di daerah Brondong yang berisi ucapan terima kasih pemerintah Belanda kepada masyarakat Brondong yang telah menolong korban tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang terjadi pada tanggal 20 Oktober 1936," jelasnya dalam wawancara dengan tvOne.
Berdasarkan bukti tersebut, maka dilakukan penelusuran. Termasuk keterangan tambahan dari para warga. Dimana warga Brondong tersebut mendapatkan cerita tenggelamnya kapal tersebut dari orangtua atau kakek nenek mereka.
"Dan kita mencoba menelusuri dari keterangan narasumber narasumber kemudian mencoba menscaning di perairan yang diduga tenggelamnya Kapal Van Der Wijck," katanya.
Dari scaner yang dilakukan oleh tim, Wicaksono mengatakan ada penemuan anomali di dalam laut. Yakni pada April 2021. Namun perairan di situ sedang keruh saat itu, sehingga tidak bisa dilakukan penyelaman untuk melihat apakah ada kapal atau tidak.
Maka Oktober ini diusahakan lagi sebagai upaya kedua. Yakni dengan mengumpulkan bukti seperti foto keberadaan kapal di bawah perairan tersebut. Hingga tim mendapatkan foto bahwa memang ada kapal yang tenggelam. Proses identifikasi terus dilakukan.
Dari foto-foto di dalam perairan tersebut, diketahui bahwa posisi kapal itu miring dengan cerobong mengarah ke utara. "Kita juga menemukan adanya indikasi tangga di samping kiri dari kapal itu yang saat ini cenderung kuat bagian dari Van Der Wijck," jelasnya.
Tangga dan cerobong itu adalah membuktikan kalau kapal tersebut kapal penumpang, bukan kapal perang. Sehingga dugaan mengarah ke Van Der Wijck, semakin menguat. Namun identifikasi lebih lanjut masih dilakukan, apakah dari bukti-bukti tersebut merupakan bangkai Kapal Van Der Wijck yang melegenda tersebut.
Dia mengakui, saat ini ada kesulitan karena berada pada kedalaman 54 meter. Sementara badan bangkai kapal sudah ditumbuhi terumbu karang. Maka perlu beberapa kali kegiatan untuk memastikan bahwa itu Kapal Van Der Wijck.
"Semua masyarakat lokal mengkonfirmasi bahwa di situ lokasinya Kapal Van Der Wijck. Tapi dari sisi kita kan butuh bukti-bukti, bukan katanya," jelas dia.
Wicaksono mengatakan, bahwa apa yang dilakukan pihaknya baru tahap pertama. Masih perlu langkah-langkah lainnya untuk memberi bukti kuat bahwa benar bangkai kapal di dasar laut perairan Brondong tersebut, adalah Van Der Wijck.
"Kita akan mengumpulkan manifest dari kapal itu, termasuk ada nomor rangka biar semakin memperkuat bahwa itu Van Der Wijck," katanya.
Sementara Panglima Koarmada II Jawa Timur, mendukung upaya penemuan bangkai Kapal Van Der Wijck tersebut. Letkol Laut (T) Bagus Arianto dari Koarmada II Jatim mengatakan, dari bukti-bukti awal tersebut memang perlu dianalisa apakah itu Kapal Van Der Wijck.
"Berdasar foto ini apakah karakteristik tangga bisa dipastikan milik Kapal Van Der Wijck?, Penempatan tangga ini sesuai fungsi apakah kapal untuk perang atau untuk mengangkut penumpang. Baling-balingnya juga demikian," katanya.
Penemuan Besar
Penemuan bangkai kapal di perairan Brondong Lamongan –- jika benar itu adalah bangkai Kapal Van Der Wijck yang legendaris itu, maka akan menjadi penemuan yang besar. Letkol Bagus mengatakan Koarmada II Jatim bersedia turut serta terlibat dalam kegiatan pencarian Kapal Van Der Wijck.
“Terkait gambaran pengangkatan kapal, pengalaman saya butuh biaya yang sangat besar, untuk kapal sebesar Van Der Wijck,” tambahnya.
Bupati Yuhronur meminta agar semua pihak dapat berkoordinasi dengan baik terkait potensi asset nasional tersebut. “Kami terus mohon dukungan dan support supaya Kapal Van Der Wijck ini menjadi aset nasional, dan saya yakin menjadi sesuatu yang luar biasa bagi Kabupaten Lamongan,” katanya.
Saat ini, Tim BPCB masih melakukan identifikasi terhadap bangkai Kapal Van der Wijck yang ditemukan. Tujuannya agara dapat menemukan bukti yang lebih kongkrit.
“Ada banyak properti, masyarakat tidak ada yang berani menjarah karena dianggap keramat. Mungkin nanti kedepan kalau itu dieksplorasi, diangkat, atas seijin Bapak Bupati, bisa dijadikan museum pak,” jelasnya.
Dikutip JavaPost, Kapal Van der Wijck diambil dari nama seorang Gubernur-Jenderal Hindia Belanda, Jonkheer Carel Herman Aart van der Wijck (29 Maret 1840 – 8 Juli 1914). Kapal tersebut dibangun Maatschappij Fijenoord N.V. pabrik galangan kapal di Feyenoord, Rotterdam tahun 1921.
Pada bulan Oktober 21936, kapal berlayar dari Buleleng Bali menuju Surabaya. Rute selanjutnya melalui Semarang ke Tanjung Priok Batavia dan selanjutnya berlayar ke Palembang.
Pada 19 Oktober 1936, kapal yang memiliki bobot 2.500 ton itu berlayar dari Surabaya menuju Tanjung Priok dengan membawa 260 orang. Kapal sedianya bertolak dari Pelabuhan Tanjung Perak pukul 6 petang, tertunda hingga pukul 9 malam karena muatan penuh.
Tepat sebelum pukul 01.00 malam pada hari berikutnya, sinyal marabahaya diterima di Surabaya. Kapal miring dan tak lama kapal karam tak lagi terdeteksi sinyal. Berdasarkan rute dan kecepatan biasa Van der Wijck, sebuah lokasi hilang kontak telah ditentukan.
Kapal nahas yang memiliki panjang 97,5 meter, lebar 13,4 meter dan tinggi 8,5 meter, dilaporkan karam sekitar 22 mil di sebelah barat daya dari pelabuhan Surabaya. Persisnya di perairan Brondong, Kabupaten Lamongan.
"Surabaya, 20 Oktober (Aneta). Pada pukul 1 tadi malam. Marine komandan di sini menerima radio dari Kapal Van der Wijck, meminta pertolongan (S.O.S) sebab telah miring. Seterimanya kabar ini Marine dengan segera menjalankan pertolongan yang perlu. Kapal tersebut telah berangkat dari Surabaya ke Semarang pukul 9 malam. Dia telah tenggelam 15 mil jauhnya dari sebelah utara Tanjung Pakis," tulis koran dilansir kantor berita Aneta (Algemeen Nieuws-en Telegraaf-Agentschap/kantor berita pertama di Indonesia).
Penyebab tenggelamnya kapal yang dinahkodai Kapten Akkerman tidak dapat diketahui secara pasti. Karena peristiwa karamnya kapal berlangsung sangat cepat, hanya sekitar lima menit air memenuhi dek kapal dan masuk ke dalam air.
Berbagai penyelidikan dilakukan juga tidak bisa menjawab penyebab karamnya kapal. Misteri itu tidak pernah benar-benar terpecahkan, ikut tenggelam selama puluhan tahun di dasar laut, pada kedalaman sekitar 45 meter, 10 kilometer di lepas pantai Brondong.