PB HMI Minta Publik Tak Terpengaruh Ajakan untuk Diskreditkan Polri

Brigradir NP, polisi yang membanting mahasiswa saat demo minta maaf
Sumber :
  • VIVA/Sherly

VIVA - Publik di tanah air sempat dikejutkan dengan tindakan seorang oknum polisi yaitu Brigadir NP yang melakukan kekerasan terhadap seorang mahasiswa berinisial MFA beberapa hari yang lalu. Brigadir NP membanting mahasiswa yang tengah menggelar aksi demonstrasi.

Mahasiswa korban yang dibanting oleh aparat polisi.

Photo :
  • VIVA/Sherly (Tangerang)

Pj Ketua Umum PB HMI, Romadhon Jasn, menyatakan bahwa apapun alasan dan penyebabnya, apa yang dilakukan oknum polisi di Kabupaten Tangerang tersebut salah. Namun demikian, dia menyampaikan bahwa yang bersangkutan dan pimpinannnya telah mengakui kesalahan dan meminta maaf, tanpa menganulir proses reward and punishment terkait permasalahan tersebut.

"Sebagai bangsa yang besar, tentunya kita sepatutnya menerima maaf semua kesalahan dan khilaf oknum insan Bhayangkara, mengingat anggota Polri pada dasarnya juga seorang manusia yang tak luput dari kesalahan," kata Romadhon melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 19 Oktober 2021.

Seorang mahasiswa kejang-kejang dalam aksi unjuk rasa di Tangerang

Photo :
  • VIVA/Sherly

Baca juga: Polisi yang Banting Mahasiswa Terancam Pasal Berlapis

Romadhon menuturkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan umat beragama. Oleh karena itu, pintu maaf seyogianya harus dibuka bagi siapapun yang merasa telah melakukan kesalahan dan meminta maaf.

"Jangan jadi bangsa pendendam, apalagi mau dijadikan pribadi pendendam oleh segelintir pihak yang patut diduga memiliki agenda dan tujuan tertentu," ujarnya.

Mahasiswa unjuk rasa di kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Sherly (Tangerang)

Dia menegaskan bahwa kejadian kekerasan itu hanya ulah oknum, tidak pernah diajarkan apalagi menjadi mata pelajaran dalam pendidikan kepolisian. Ia melihat langkah Polri dalam mengentasan permasaahan ini sudah sangat baik, cepat, tepat, terukur dan profesional.

Menurutnya, langkah awal Polri menarik oknum untuk diperiksa marathon terkait dugaan pelanggaran etik dan pidana membuktikan semangat equality before the law sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di mata hukum, bukan hanya jargon melainkan telah diterapkan dan berlaku bagi siapapun, tak terkecuali insan Bhayangkara.

"Pembenahan internal juga kami lihat dilakukan dan dapat dilihat dari kesigapan Jajaran Propam Polri yang tidak hanya memeriksa oknum terkait namun juga pimpinan dari oknum tersebut," ujarnya.

MFA (20), mahasiswa yang mendapat tindak kekerasan dari Brigadir NP.

Photo :
  • VIVA.co.id/Sherly

Terkait adanya ajakan untuk mendegradasi atau mendiskreditkan Polri melalui sejumlah tagar di media sosial, termasuk cuitan soal polisi agar diganti satpam BCA, dia melihat ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk membuat gaduh institusi Polri.

Ia berharap publik tidak terpengaruh dengan hal tersebut karena Korps Bhayangkara telah mengakui kesalahan yang dilakukan oknum dan langsung melakukan pembenahan di internal mereka untuk menjadi polisi humanis, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

"Institusi kepolisian sebenarnya telah memiliki peraturan Kapolri yang secara khusus mewajibkan segenap insan Bhayangkara untuk menghormati HAM dalam menjalankan fungsi, tugas dan kewajibannya," tuturnya.