Mantan Dirut Sarana Jaya Didakwa Rugikan Negara Rp152 Miliar
- ANTARA/HO-Humas KPK
VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 152,56 miliar terkait korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Yoory didakwa melakukan itu bersama-sama dengan Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik atau beneficial owner PT Adonara Propertindo, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian dan korporasi PT Adonara Propertindo.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum," kata Jaksa Takdir Suhan membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 14 Oktober 2021.
Jaksa Takdir menjelaskan, perbuatan Yoory telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yakni Anja, Rudy Hartono dan PT Adonara Propertindo.
Perbuatan itu juga merugikan keuangan negara Rp 152, 56 miliar berdasarkan penghitungan BPKP.
"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 152.565.440.000," kata Takdir.
Jaksa membeberkan, Perumda Pembangunan Sarana Jaya merupakan BUMD Pemprov DKI yang bergerak di bidang properti berupa penyediaan tanah, pembangunan perumahan dan bangunan untuk umum dan komersil maupun proyek-proyek penugasan dari Pemprov DKI seperti program DP 0 Rupiah dan penataan Tanah Abang.
Untuk menjalankan tugasnya itu, Sarana Jaya mendapat penyertaan modal daerah (PMD) dari Pemprov DKI.
Diterangkan, Pada 2018, Yoory selaku Dirut Sarana Jaya mengajukan usulan penyertaan modal kepada Gubernur DKI untuk ditampung atau dianggarkan) pada APBD Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019 sebesar Rp 1,8 triliun.
"Dengan rencana penggunaannya antara lain untuk pembelian alat produksi baru, proyek ‘Hunian DP 0 Rupiah’ dan proyek Sentra Primer Tanah Abang," kata Jaksa.
Kronologi
Pada akhir November 2018, Yoory menyampaikan kepada Tommy bahwa Sarana Jaya akan memperoleh penyertaan modal yang digunakan membeli tanah terkait program DP 0 Rupiah. Tanah ini rencananya berlokasi di Jakarra Timur dengan syarat luas di atas 2 hektare, posisi di jalan besar, lebar muka 25 meter dan minimal row jalan sekitar 12 meter.
Mendapat informasi itu, PT Adonara Propertindo yang biasa membeli tanah dari masyarakat untuk dijual lagi kepada Sarana Jaya bergegas cepat. Tommy memerintahkan Manajer Operasional PT Adonara, Anton Adisaputro untuk mencarikan tanah yang sesuai dengan kriteria tersebut.
Pada Februari 2019, Anton menemukan tanah yang berlokasi di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur dengan luas 41.921 meter persegi milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB). Saat itu, Tommy dan Anton gagal bernegosiasi dengan Kongregasi Suster CB karena dianggap sebagai broker atau makelar tanah.
Kendati demikian, Tommy tetap menyampaikan mengenai tanah di Munjul itu kepada Yoory yang kemudian meninjau lokasi.
Di sisi lain, Tommy pun melaporkan hal itu kepada Anja dan Rudy yang kemudian menyepakati agar Anja yang akan melakukan pendekatan terhadap Kongregasi Suster CB. Tak hanya itu, Tommy pun memasukkan surat penawaran tanah di Munjul itu kepada Sarana Jaya pada 4 Maret 2019.
Dalam surat penawaran tersebut disebutkan tanah di Munjul seluas 42.000 meter persegi dengan harga Rp 7,5 juta per meter persegi dan menyebutkan Andyas Geraldo yang merupakan anak Anja dan Rudy Hartono sebagai pemilik tanah.
Seiring dengan itu, Anja mendekati Kongregasi Suster CB mempergunakan faktor keagamanan. Dalam pertemuan kedua pihak, Kongregasi Suster CB bersedia menjual tanah si Munjul dengan luas total 41.921 meter persegi dan ditindaklanjuti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris/PPAT MUSTOFA, sebagaimana Akta Perikatan Jual Beli Nomor 34 tanggal 25 Maret 2019 atas tanah milik Kongregasi Suster-Suster CB yang dibeli PT Adonara Propertindo dengan harga Rp 2,5 juta per meter persegi.
"Selanjutnya pada tanggal 29 Maret 2019 dibayarkan uang muka pembelian tanah sebesar Rp 5 miliar melalui transfer dari rekening PT Adonara Propertindo ke rekening atas nama Kongregasi Suster-Suster CB," ujarnya.
Dengan mengantongi PPJB, Tommy menginformasikan kepada pihak Sarana Jaya sudah dapat dilakukan transaksi jual beli antara Anja dan Sarana Jaya.
Yoory kemudian memerintahkan anak buahnya untuk mempersiapkan transaksi jual beli dengan pihak Adonara Propertindo atas tanah tersebut dan meminta Yurisca Lady Enggrany selaku Notaris/PPAT untuk menangani transaksi jual-belinya. Pada 28 Maret 2019, atas perintah Anja dan Rudy Hartono, Tommy kembali memasukkan surat penawaran ke Sarana Jaya yang dibuat mundur atau backdate menjadi tertanggal 4 Maret 2019 atas nama Anja untuk menggantikan surat penawaran atas nama Andyas.
Pada surat penawaran disebut Anja Runtuwene selaku pemilik tanah, namun tanpa disertai lampiran bukti kepemilikan atas tanah dan disebutkan bahwa lahan tersebut dapat dibangun perumahan atau rumah susun atau apartemen. Dalam surat jawabannya, Sarana Jaya berminat atas penawaran itu.
"Terdakwa dan Tommy Adrian lalu melakukan pertemuan membicarakan harga jual beli atas tanah Munjul. Awalnya Tommy Adrian meminta harga jual sebesar Rp 5,5 juta/m2, namun akhirnya disepakati harga jual beli adalah sebesar Rp 5,2 juta/m2, dengan janji adanya imbalan yang diberikan kepada terdakwa," kata jaksa.
Meski belum pernah dilakukan penilaian serta saat disurvei ternyata lokasi tanah berada di jalan kecil, Yoory tetap melanjutkan proses transaksi. Pada 8 April 2019 dilakukan penandatanganan 25 PPJB atas tanah Munjul antara Yoory dengan Anja di Gedung Sarana Jaya dan di hadapan Notaris Yurisca dengan nilai transaksi sebesar Rp 217,9 miliar. Yoory pun menyetujui dilakukan pembayaran sebesar 50% dari nilai transaksi oleh Sarana Jaya yang ditransfer sebesar Rp 108,9 miliar ke rekening Bank DKI atas nama Anja.
"Padahal kajian yang menyeluruh (aspek bisnis, legal, dan teknis) dan penilaian appraisal belum dilakukan," kata jaksa.
Untuk melengkapi formalitas pembayaran itu, pada 9 April 2019, Tommy meminta staf marketing Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi bernama Ucu Samsul Arifin untuk dibuatkan appraisal (estimasi) atas tanah Munjul tersebut dengan harga di atas Rp 7 juta/m2. Ucup lalu membuat pre-appraisal dengan analisis perhitungan harga tanah sebesar Rp 6,1 juta per meter persegi.
"Namun untuk zonasi tanah terdiri dari zona hijau dan zona kuning, serta terdapat bidang tanah yang letaknya terpisah dan tidak memiliki akses masuk ke jalan utama, sehingga kesimpulannya tanah Munjul tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi proyek ‘hunian DP 0 Rupiah’. Laporan tersebut dalam bentuk file dikirimkan Ucu Samsul Arifin melalui aplikasi WhatsApp kepada Tommy Adrian," kata jaksa.
Kesimpulan yang sama juga disampaikan oleh tim investasi Sarana Jaya pada Juni 2019. Tim investasi menyampaikan 73 persen tanah Munjul berada dalam zona hijau rekreasi sehingga tidak sesuai dengan peruntukkan. Yoory pun meminta anak buahnya untuk berkoordinasi dengan Wisnu Junaidi selaku konsultan penilai sebagaibahan pembuatan appraisal resmi.
Wisnu diminta mengeluarkan target angka atau harga tanah Munjul di atas Rp 5,2 juta/m2 sesuai dengan harga yang telah dibayarkan oleh Sarana Jaya kepada Anja serta diminta menerbitkan laporan hasil penilaian (appraisal) bertanggal mundur. Namun, Wisnu menolak permintaan itu karena harga tanah Munjul hanya berada di kisaran harga Rp 2,6 juta/m2 sampai dengan Rp 3 juta/m2.
"Dengan pertimbangan 25 sertifikat dan girik tanah yang sporadik (tidak berada dalam satu hamparan), lokasi tapak tanah berada di bukan jalan utama (secondary road), dan harga pasaran di wilayah sekitarnya," imbuh jaksa.
Atas hal tersebut, Yoory memerintahkan anak buahnya mencari penilai yang sanggup memberikan penilaian harga di atas Rp 6,1 juta/m2 dan membuat penilaian dengan tanggal mundur.
Pilihan pun jatuh kepada KJPP Wahyono Adi yang sebelumnya telah membuat pre-appraisal untuk Tommy. Setelah mendapat hasil penilaian dari KJPP Wahyono Adi, Sarana Jaya menerima pencairan penyertaan modal dari Pemprov DKI dengan total sebesar Rp 800 miliar.
"PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1684 tahun 2019 tanggal 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah Pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya TA 2019, yang salah satu peruntukannya adalah untuk proyek ‘Hunian DP 0 Rupiah’,” kata Jaksa
Walau mengetahui tanah Munjul tak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek DP 0 Rupiah, Yoory tetap menyetujui pembayaran pelunasan kepada Anja dan PT Adonara. Sarana Jaya mentransfer pembayaran tahap 2 tanah Munjul ke rekening Bank DKI milik Anja dengan total Rp 43,5 miliar. Dengan demikian, secara total Anja telah menerima Rp 152,56 miliar dari Sarana Jaya.
"Dan telah dipergunakan Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik (beneficial owner) korporasi PT Adonara Propertindo, antara lain untuk keperluan operasional perusahaan, ditransfer ke PT Rhys Auto Gallery yang masih satu grup dengan korporasi PT Adonara Propertindo, maupun keperluan pribadi Anja dan Rudy seperti pembelian mobil, apartemen dan pembayaran kartu kredit," kata jaksa.
Jaksa menekankan, pembayaran dari Sarana Jaya atas pembelian tanah di Munjul tidak mempunyai nilai manfaat. Hal ini lantaran tanah tersebut tidak bisa dipergunakan untuk tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan tanah tidak pernah beralih ke Sarana Jaya.
"Sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah yang bersifat total lost sebesar Rp152.565.440.000," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Yoory didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi jubcto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.