Amnesti Jokowi untuk Saiful Mahdi Dicap Tak Selesaikan Polemik UU ITE
- bbc
Amnesti atau penghapusan hukuman diberikan Presiden Joko Widodo kepada Saiful Mahdi, dosen di Aceh yang dijerat pasal pencemaran nama baik dalam UU Informasi dan Teknologi (UU ITE) setelah melontarkan kritik pada kampusnya.
Saiful adalah penerima amnesti kedua sejak tahun 2019 setelah dijerat aturan, yang menurut pegiat hak asasi manusia, memuat sejumlah pasal karet tersebut.
Dalam empat bulan pertama tahun 2021, setidaknya 18 orang diseret ke proses hukum atas tuduhan melanggar UU ITE.
Ketimbang terus-menerus menerbitkan amnesti, pemerintah dan DPR didesak merombak total regulasi tersebut.
Lantas sejauh mana efektivitas anjuran pemerintah agar polisi mengedepankan keadilan restoratif? Dan dapatkah janji revisi UU ITE menuntaskan beragam polemik ini?
"Orang tidak akan takut menyuarakan kebenaran karena menyatakan yang benar tidak harus bertaruh dengan kemerdekaan diri," ujar Dian Rubianty, istri Saiful Mahdi, Rabu (06/10).
Dia menilai setiap orang semestinya tidak diancam penjara saat mengutarakan pendapat.
Dian merasa bersyukur karena proses penghapusan hukuman pidana suaminya kini tinggal menunggu persetujuan DPR.
April lalu Saiful divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama tiga bulan serta denda Rp10 juta. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh menganggapnya terbukti melanggar pasal 27 ayat (3) UU 19/2016 tentang ITE.
Pangkal persoalannya, Saiful melontarkan kritik terkait hasil seleksi pegawai negeri sipil di kalangan dosen perguruan tinggi negeri tersebut.
Pesan berisi kritik yang Saiful kirim ke grup Whatsapp berisi para dosen kampus itu diperkarakan ke kepolisian oleh Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Saidi.
Awal September lalu, setelah menggugat vonis itu hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Saiful tetap dinyatakan bersalah.
Jokowi sudah meneken amnesti untuk Saiful, kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, kepada pers, Selasa lalu.
Dosen ilmu matematika itu dapat segera keluar dari Lapas Lambaro di Banda Aceh setelah DPR menyetujui amnesti Jokowi.
Lewat pesan singkat, Ketua Komisi III DPR, Herman Herry, menyebut lembaganya akan segera menindaklanjuti amnesti itu. Walau merupakan kewenangan presiden, amnesti perlu mendapatkan pertimbangan dari DPR.
"Pada prinsipnya Komisi III menunggu saja arahan dari pimpinan DPR," ujar Herman yang berasal dari partai pengusung pemerintah, PDIP.
Menurut catatan Amnesty International Indonesia, jumlah orang yang dijatuhi hukuman pidana dengan pasal-pasal UU ITE bertambah setiap tahun.
Merujuk data itu, terdapat 24 kasus pemidanaan berdasarkan UU ITE pada tahun 2019. Angkanya meningkat menjadi 84 kasus pada tahun 2020. Sementara selama empat bulan pertama 2021, jumlahnya mencapai 18 kasus.
Sejak disahkan tahun 2008, UU ITE dikritik karena memuat sejumlah pasal multitafsir karena tidak memiliki tolok ukur yang pasti.
Februari lalu, Jokowi secara terbuka menyebut terdapat beberapa pasal UU ITE yang dapat ditafsirkan secara berbeda.
Juni lalu pemerintah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) yang memuat pedoman implementasi UU ITE. Dokumen itu disebut Mahfud MD dapat memberi perlindungan kepada masyarakat ketika revisi UU ITE bergulir.
Namun SKB yang diteken Kapolri, Jaksa Agung, dan Menteri Komunikasi dan Informatika itu sia-sia, kata Muhammad Arsyad, Ketua Paguyuban Korban UU ITE.
Pemidanaan terhadap Saiful Mahdi, kata dia, merupakan salah satu buktinya.
"SKB tidak menghapus tindakan tidak benar oleh oknum penegak hukum. Pengadilan pun sama sekali tidak melirik SKB. Artinya pengadilan menganggap SKB bukan produk hukum," ujarnya dalam konferensi pers virtual.
"UU ITE sudah pernah direvisi pada 2016, tapi malah menambah korban yang tidak layak dipidana. Saya harap pemerintah dan DPR meninjau ulang UU ITE secara lebih luas.
"Apakah presiden harus sebentar-sebentar mengeluarkan amnesti? Itu akan terjadi jika pasal itu masih ada," kata Arsyad.
Pernyataan Saiful Mahdi yang dipersoalkan berkaitan dengan pernyataan dalam SKB UU ITE, bahwa "sebuah perbuatan bukanlah delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan lewat sarana grup percakapan yang terutup atau terbatas".
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menilai penerapan SKB masih menjadi polemik.
Isunya, menurut Zainal, adalah daya berlaku SKB yang berlaku surut atau periode sebelum diterbitkan.
Selain itu ada juga perdebatan apakah SKB itu hanya berlaku untuk lembaga di bawah ranah eksekutif seperti kepolisian atau juga badan peradilan yang merupakan kekuasaan yudikatif.
Bagaimanapun, Zainal menggap revisi UU ITE yang komprehensif penting dilakukan.
"Permasalahan UU ITE sudah terendus sejak lama, tapi tidak kunjung selesai. Mungkin karena negara di satu sisi merasa diuntungkan dengan pasal-pasal itu," kata Zainal.
"Akan ada interupsi berupa amnesti terus-menerus, dari kasus Baiq Nuril, Saiful dan mungkin kasus-kasus lain ke depan.
"Harus ada tindakan legislasi untuk memperbaiki UU ITE. Kalau DPR juga menyetujui amnesti, artinya memang ada permasalahan di situ," ujarnya.
Pekan lalu revisi UU ITE resmi masuk Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2021. Sebagai pemegang inisiatif, draf rancangan terbarunya mesti disusun pemerintah.
BBC News Indonesia sudah menghubungi dua pejabat di Kantor Staf Presiden untuk menanyakan sejauh mana progres revisi UU ITE bergulir.
Namun kedua belum memberikan jawaban pasti hingga artikel ini diterbitkan.
Dua pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR mengaku tidak tahu apakah pemerintah sudah menyelesaikan draf revisi beleid tersebut.
"Saya tidak tahu karena belum ada pembahasan. RUU saja kami tidak tahu ada di mana," kata Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi.
Sementara itu Ketua Baleg, Supratman Andi Atgas, tidak dapat memastikan revisi UU ITE selesai akhir tahun ini.
"Tergantung pemerintah. Kalau surat presidennya cepat dikirim ke DPR, bisa cepat juga revisinya," kata Supratman.
Sebelumn Saiful, amnesti dikeluarkan Jokowi untuk Baiq Nuril pada tahun 2019.
Pada perkara yang bergulir hingga tingkat peninjauan kembali, dia divonis bersalah dengan pasal 27 ayat (1) UU ITE karena dinyatakan menyebarkan percakapan mesum kepala sekolah temptnya pernah bekerja.
Sejumlah kalangan miris terhadap perkara yang menjerat Baiq Nuril karena sebagai korban pelecehan seksual, dia justru dipidanakan menggunakan UU ITE.