Jangan Main-main, Menteri Risma Preteli Data Penerima Bansos

Mensos Tri Rismaharini.
Sumber :
  • Dokumentasi Kemensos.

VIVA – Pemerintah melalui Kementerian Sosial terus memberikan perhatian serius terhadap akurasi data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS merupakan basis data untuk program bantuan sosial milik pemerintah, yang tidak hanya untuk Kementerian Sosial. Termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Kementerian Kesehatan (Kemenkes)

Menteri Sosial, Tri Rismaharini, mengatakan pihaknya terus menyisir data secara berkala agar penerima bantuan tepat sasaran. 

Salah satunya berdasarkan Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) dipersyaratkan merupakan warga miskin dan memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang padan dengan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). 

“Data yang tidak padan dengan NIK di Dukcapil, tidak bisa diberikan bantuan. Data yang belum padan ini harus dikeluarkan. Sebabnya bisa karena pindah segmen, meninggal dunia, data ganda, atau mungkin sudah tidak lagi termasuk kategori miskin,” kata Risma dikutip dari laman setkab.go.id, Selasa 28 September 2021. 

Ditegaskan Risma, pihaknya akan melakukan pemutakhiran data DTKS secara periodik dan sistematis. Pemuktahiran itu juga memadankan data penerima bantuan dengan NIK yang terdaftar di Dukcapil.  Kedua cara itu dilakukan untuk memastikan bantuan sosial selain tepat sasaran, juga memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas. 

“Saya menetapkan PBI-JK itu sebulan sekali. Jadi di minggu pertama setelah saya menetapkan DTKS, saya buka kesempatan kepada daerah untuk mengirimkan data hasil verifikasi mereka. Sebelum saya tetapkan di pertengahan bulan,” kata perempuan yang pernah menjabat Wali Kota Surabaya dua periode tersebut. 

Risma menjelaskan, terkait dengan program PBI-JK pihaknya bersandar pada tiga regulasi. Pertama, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Pasal 14 ayat 2 ditegaskan bahwa penerima bantuan iuran adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

Kedua, pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pada Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa identitas peserta paling sedikit memuat nama dan nomor identitas yang terintegrasi dengan NIK, kecuali untuk bayi baru lahir. 

Jadi ketentuan itu harus padan dengan Dukcapil. Dan, ketiga dengan merujuk pada Peraturan Mensos (Permensos) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perubahan Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Disebutkan pada Pasal 4, bahwa PBI-JK bersumber dari DTKS yang ditetapkan oleh Menteri. 

Untuk penetapan data per 15 September 2021 pun, papar Risma, dari data PBI JK sebelumnya setelah dilakukan pemadanan terdapat data yang padan DTKS sebanyak 74.420.345 serta sebanyak 12.633.338 yang tidak masuk DTKS namun sudah padan Dukcapil. 

“Data yang belum ada di DTKS inilah yang perlu verifikasi status miskin atau tidak mampu oleh daerah. Kalau hasil verifikasi dinyatakan layak, dapat masuk DTKS,” kata dia.

Risma pula terus tak bosan - bosan meminta pemerintah daerah untuk segera melakukan validasi terhadap data yang tidak masuk dalam DTKS tersebut. Bisa saja pemerintah daerah mengusulkan calon peserta baru penerima. Karena banyak faktor seperti migrasi daerah, bayi baru lahir, pekerjaan yang enam bulan PHK dan belum punya pekerjaan, korban bencana serta lain - lain. 

“Jadi masyarakat miskin atau tidak mampu yang belum menerima bantuan tidak perlu berkecil hati. Ini kesempatan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan dapat diusulkan melalui SIKS-NG (aplikasi) oleh pemerintah daerah,” kata Mensos. Selain dengan pemerintah daerah,  dalam proses penetapan data, guna memastikan dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi terkait. 

“Termasuk dalam penetapan PBI-JKN. Kemensos telah terlebih dulu berkoordinasi dengan Kemenko PMK, Kemenkes, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ditjen Dukcapil, dan hasil penetapan dapat dipantau melalui cekbansos.kemensos.go.id,” ucapnya.