Soal Pemilihan Panglima TNI, DPR: Jokowi Bisa Ambil Jalan Tengah

Presiden Jokowi olah raga pagi di Istana Bogor bersama tiga Kepala Staf Angkatan
Sumber :
  • Twitter Sekretariat Negara @KemsetnegRI

VIVA – Presiden Jokowi dipastikan segera mengirim nama calon Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun. Namun sampai saat ini, belum diketahui siapa nama yang akan ditunjuk Jokowi menjadi Panglima TNI tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira aktif dari setiap matra angkatan. Hal itulah yang membuat Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Jika dilakukan secara bergiliran, maka seharusnya kursi Panglima TNI diisi oleh Matra Angkatan Laut. Namun ada tokoh lainnya juga yang dianggap kuat akan dicalonkan Jokowi sebagai panglima TNI, yakni KSAD Jenderal Andika Perkasa.

Menurut Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, jika Jokowi memilih Andika, kemungkinan Andika tak akan menjabat lama, karena akan memasuki masa pensiun juga. Begitu pula jika memilih KSAL Laksamana TNI Yudo Margono menjadi Panglima.

"Kalau misalnya kasad Andika yang akan jadi,  dia lahir juga bulan Desember dan akan berakhir November tahun depan, Kalau Pak Yudo Kasal juga tidak berumur lama kalau jadi panglima TNI, dia  2023 juga pensiun, bisa juga misalnya presiden Jokowi mengambil jalan tengah, Andika jadi panglima TNI wakilnya Yudo, nanti begitu Andika habis nanti Yudo lagi yang diusulkan," kata Syaifullah, yang dikutip Jumat 17 September 2021

TetapI, kata Syaifullah, dalam hal ketatanegaraan, memang di Indonesia ini panglima TNI itu tidak otomatis bisa diberhentikan dan tidak otomatis bisa diangkat. Panglima TNI harus melalui persetujuan DPR.

"Pengangkatan dan pemberhentiannya itu harus melalui persetujuan DPR, saya pikir tidak akan terlalu sulit bagi presiden Jokowi untuk mengusulkan nama itu ke DPR," ujar Syaifullah.

Syaifullah menambahkan, "Toh dulu juga ketika Presiden ingin menempatkan Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menjabat sebagai Kapolri untuk menjadi menteri dalam negeri, dan pada saat itu, pimpinan DPR menugaskan pada komisi III untuk  membahas persetujuan itu, kalau enggak salah satu hari sebelum dilantik," ujar Syaifullah.