Tsunami Non Tektonik Potensi Terjadi di Maluku Tengah, Ini Pemicunya

Kapal nelayan melintas di perairan pantai dipasangi rambu peringatan tsunami, Desa Kampung Jawa, Banda Aceh, Aceh, Minggu (22/12/2019). Pemasangan rambu kawasan bencana tsunami di sejumlah lokasi pantai daerah itu merupakan peringatan bagi warga pesisir.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ampelsa

VIVA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut wilayah Pulau Seram, Maluku Tengah memiliki potensi bahaya tsunami non tektonik. Tsunami non tektonik ini yang bukan disebabkan gempa. 

Dia menjelaskan dari hasil penelusuran dan verifikasi zona bahaya yang dilakukan BMKG di Pulau Seram menunjukkan sepanjang garis daerah tersebut merupakan laut dalam dengan tebing curam yang rawan longsor. 

"Gempa menjadi trigger terjadinya longsor yang kemudian menyebabkan gelombang. Dalam pemodelan, dapat disimpulkan apakah berpotensi menimbulkan tsunami atau tidak. Bisa saja tidak, tapi ternyata gempa tersebut malah membuat longsor bawah laut yang kemudian memicu tsunami," ujar Dwikorita, dalam keterangannya, Rabu, 8 September 2021. 

Dalam kunjungannya ke Pulau Seram, Dwikorita sempat menyambangi Negeri Samasuru, Negeri Amahai, Kota Masohi, dan Negeri Tehoru. Di sejumlah daerah itu, selain melakukan verifikasi peta bahaya dan menyusuri jalur evakuasi, ia dan tim BMKG juga mendengar kesaksian dan cerita warga tentang terjadinya gempa dan tsunami. 

"Di Negeri Tehoru saya melihat langsung jejak tanah yang longsor ke laut. Di Samsuru, warga setempat bahkan telah melakukan perhitungan kedalaman laut dari batas bibir pantai. Jarak 3 meter dari bibir pantai, kedalaman laut sudah mencapai 23 meter," jelasnya. 

Pun, ia mengatakan, hingga saat ini belum ada negara yang mampu mendeteksi tsunami non tektonik secara cepat, tepat dan akurat. Kata dia, sistem peringatan dini yang dibangun negara-negara di dunia adalah sistem peringatan tsunami yang dipicu guncangan gempa. 

Menurut dia, yang bisa selama ini dengan memantau muka air laut dengan buoy dan tide gauge. Meski demikian, ia menekankan cara tersebut masih kurang efektif. Sebab, sifat alat yang menginformasikan usai kejadian tsunami. Maka itu, saat alat tersebut memberikan warning sudah terlambat, tsunami sudah datang.

"Dipicu longsoran bawah laut maka estimasi waktu kedatangan gelombang bisa sangat cepat. Hanya dalam hitungan menit, seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah," tuturnya. 

Maka itu, Dwikorita mengimbau masyarakat yang tinggal di sepanjang garis pantai di Pulau Seram untuk segera melakukan evakuasi mandiri. Evakuasi ini jika merasakan guncangan gempa sehingga tanpa harus menunggu peringatan dini BMKG.

"Segera lari begitu merasakan getaran tanah atau gempa. Jauhi pantai dan segera lari ke bukit-bukit atau tempat yang lebih tinggi," sebutnya. 

Kemudian, ia menambahkan, Kepulauan Maluku memiliki sejarah panjang gempa bumi dan tsunami. Ia juga berharap agar pemerintah daerah melakukan berbagai upaya mitigasi. Tujuannya, untuk mengurangi dampak dan risiko kerugian jika sewaktu-waktu bencana gempa dan tsunami terjadi. 

"Masyarakat harus terus dilatih sehingga tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi. Di samping penyiapan shelter dan jalur-jalur evakuasi aman beserta rambu-rambu," katanya.