Orang Tua Didiagnosa COVID-19, Pria di Sumbawa Barat Cekik Dokter

Tenaga kesehatan (nakes) menggunakan alat pelindung diri (APD) atau hazmat.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Pria berinisial H (23 tahun) asal Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, ditangkap aparat Kepolisian karena melakukan tindakan intimidasi pada dokter. Pelaku ditangkap di rumahnya Selasa, 7 September 2021 tanpa perlawanan.

Penangkapan itu berawal ketika pelaku tidak terima ayahnya didiagnosa menderita COVID-19 oleh dokter. Pelaku kemudian mencekik leher seorang dokter di Rumah Sakit Asy-Syifa, Sumbawa Barat.

"Pelaku mengancam dengan cara mencekik leher korban yang merupakan seorang dokter," kata Kasi Humas Ipda Eddy Soebandi, Rabu, 8 September 2021.

Pelaku juga dikabarkan mengamuk di rumah sakit sembari mengintimidasi dokter karena tidak percaya ayahnya COVID-19. Dia merasa keberatan dan menuduh pihak rumah pura-pura mendiagnosa ayahnya COVID-19. 

Sebelumnya, ada juga seorang pria mengamuk di Puskesmas Janapria, Lombok Tengah, karena ayahnya didiagnosa terpapar COVID-19. Anak kandung pasien bernama Khairul Fikri datang ke puskesmas, sembari memarahi dokter. Dia keberatan ayahnya disebut mengalami COVID-19.

Kapolsek Janapria, IPTU Muhdar, menjelaskan kronologis kejadian terjadi pada Sabtu, 24 Juli 2021. Pria merasa keberatan ayahnya akan dirujuk ke RSUD Praya.

"Warga yang terpapar tersebut inisial K (69) asal Desa Prako Janapria. Pasien masuk Puskemas untuk berobat pada Sabtu kemarin karena mengalami keluhan demam selama empat hari, mencret mual, muntah dan batuk," kata Kapolsek 

Kapolsek menjelaskan, anak korban tidak percaya hasil laboratorium yang menunjukkan ayahnya positif COVID-19. Dia menuding tim medis mengada-ada. 

Dokter Puskemas Janapria, dokter Putu telah menjelaskan bahwa tindakan kedokteran sudah akurat berdasarkan petunjuk medis dan alat yang digunakan oleh pemerintah. Menurut dokter, diagnosa yang dia buat merupakan pertaruhan jabatan maupun profesi kedokteran.

Namun pria tersebut tetap tidak percaya, dan memaksa dokter agar berani bersumpah jika berbohong maka akan cerai bersama istrinya.

Melihat arogansi warga tersebut, pihak puskesmas tidak bisa berbuat banyak, lalu meminta pihak keluarga untuk menandatangani surat penolakan tindakan medis dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap resiko yang akan dialami pasien atau pun lingkungan.