Jaksa yang Susun Dakwaan 13 Korporasi Jiwasraya Diminta Disanksi

Ilustrasi kejaksaan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk memberikan sanksi kepada jaksa penuntut umum (JPU) yang membuat surat dakwaan perkara 13 tersangka manajer investasi (MI) terkait dugaan korupsi PT Jiwasraya. Sebab, berkas dakwaan 13 perkara 13 tersangka korporasi ini dibatalkan hakim.

“Jaksa tidak profesional. Kok diberikan tugas menangani kasus besar, enggak pantas jadi jaksa. Kalau sekarang mereka bertugas misalnya di Kejaksaan Negeri dari DKI, tempatkan saja di Kejaksaan yang gradenya lebih rendah agar belajar lagi menangani perkara yang tidak menarik perhatian. Ini sebuah sanksi,” kata Huda saat dihubungi wartawan pada Senin, 23 Agustus 2021.

Menurut dia, Jaksa Agung harus bertanggungjawab atas kecerobohan anak buahnya yang menunjukkan mereka tidak profesional. Sebab, kata dia, kasus yang ditangani jaksa ini merupakan perkara yang menjadi perhatian masyarakat.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membatalkan dakwaan jaksa pada Kejaksaan Agung terkait 13 korporasi yang didakwa melakukan korupsi bersama Benny Tjokrosaputro, dan kawan-kawan dalam kasus Jiwasraya.

Dalam putusannya, Hakim Ketua IG Eko Purwanto mengadili, menerima keberatan atau eksepsi tentang penggabungan berkas perkara yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa yakni menyatakan surat dakwaan batal demi hukum. Karena, penggabungan berkas perkara dakwaan jaksa dapat menyulitkan hakim.

“Jaksa-jaksa itu yang sudah ditugaskan, ini harus dieksaminasi mereka. Penugasan untuk hal ini yang harus dieksaminasi mereka, profesionalitasnya gitu loh sebagaimana kasus itu penting dan sedang menjadi pusat perhatian masyarakat. Perkara penting kok bisa dengan ceroboh dijadikan satu seperti itu," ujarnya.

Dengan adanya masalah tersebut, Huda menilai bahwa jaksa tidak profesional sehingga hakim memutuskan dakwaan batal demi hukum. Karena, menurut dia, pembatalan dakwaan berkas perkara 13 tersangka korporasi oleh majelis hakim tidak secara definitif. Bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut pada tempat dan waktu yang sama, ada kaitan satu sama lain.

"Ya jelas dakwaannya berarti tidak jelas, obscuur libel, dakwaannya kabur sehingga dibatalkan oleh majelis hakim. Ini menunjukkan tidak profesional. Bagaimana peristiwa yang masing-masing berdiri sendiri, yang tidak ada kaitannya satu sama lain dijadikan satu dalam surat dakwaan. Jadi sudah tepat keputusan majelis hakim membatalkan dakwaan tersebut," jelas dia.

Di samping itu, Huda menyoroti kejaksaan yang menganggap 13 korporasi yang dibatalkan dakwaannya oleh hakim ini masih berstatus sebagai terdakwa. Padahal, dakwaan tersebut batal demi hukum dalam putusan majelis hakim.

“Dengan dakwaan batal demi hukum, maka perkara itu dicoret dari register perkara di pengadilan. Berarti perkara kembali ke kejaksaan, dimana ada terdakwanya? Terdakwa kan adanya di pengadilan, gimana sih? Jadi status mereka itu kembali ke status sebelumnya. Katakan status sebelumnya sebagai tersangka, maka mereka adalah tersangka. Tapi bukan berarti statusnya tetap menjadi terdakwa,” ucapnya.

Diketahui, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan kembali surat dakwaan kasus dugaan korupsi pada pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan 13 terdakwa manajer investasi (MI) pada Jumat, 20 Agustus 2021.

"Terkait pelimpahan ini, maka dilakukan pelimpahan masing-masing terhadap 13 berkas perkara. Kami lakukan masing-masing, satu berkas perkara satu dakwaan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bima Suprayoga.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan dakwaan dalam putusan sela yang dibacakan pada Senin, 16 Agustus 2021. Hakim menilai surat dakwaan tak digabung melainkan dipisah untuk masing-masing terdakwa.

Bima menuturkan jaksa tidak mengambil opsi lain dalam menyikapi putusan hakim. Padahal, mereka dimungkinkan untuk mengajukan upaya perlawanan hukum ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Hal tersebut tak ditempuh karena nantinya hanya akan mempertentangkan masalah administrasi formil dalam perkara. Namun, substansi dari pokok perkara korupsi tersebut tak akan diperdebatkan. Menurut dia, langkah kejaksaan itu turut mempertimbangkan asas kepastian hukum dan agar penanganan perkara tidak perlarut-larut.

“Maka penuntut umum mengupayakan pelimpahan perkara secepat mungkin," katanya.

Sebagai informasi, ada ada 13 perusahaan yang dijerat tersangka oleh Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung beberapa waktu lalu. Seluruh perusahaan itu dirampungkan penyidikannya dan diseret ke pengadilan.

Sejumlah MI kemudian mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum dalam sidang yang digelar Senin, 16 Agustus 2021. Hakim lantas mengabulkan eksepsi tersebut sehingga dakwaan terhadap seluruh terdakwa menjadi batal demi hukum.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai dakwaan yang disusun JPU dalam untuk 13 terdakwa MI dalam satu surat akan menyulitkan. Padahal, tindak pidana yang dilakukan para terdakwa tidak memiliki hubungan satu sama lain.