Survei SMRC: 59 Persen Publik Nilai Jaksa Tak Bersih dari Suap
- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA – Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengadakan survei penilaian ‘sikap publik terhadap kinerja Kejaksaan’ yang dilakukan pada 31 Juli sampai 2 Agustus 2021, dengan 1000 responden yang dipilih secara acak dan margin of error diperkirakan +/- 3,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan Kejaksaan merupakan salah satu lembaga negara yang berperan penting dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia disamping pengadilan, kepolisian dan KPK.
“Dalam menjalankan fungsinya, kejaksaan dan jaksa diharapkan bersih dari praktik korupsi, independen dan dapat menangani kasus-kasus hukum secara serius serta profesional,” kata Deni melalui keterangannya pada Kamis, 19 Agustus 2021.
Untuk itu, kata Deni, pihaknya melakukan evaluasi sejuah mana Kejaksaan dibawah Jaksa Agung ST Burhanuddin menjalankan fungsinya sebagai lembaga penegak hukum yang berintegritas, independen dan profesional dengan memperhatikan penilaian masyarakat umum.
“Termasuk bagaimana penilaian publik terhadap isu terkait Kejaksaan menangani kasus Pinangki Sirna Malasari, penyitaan aset tersangka kasus Asabri dan Jiwasraya, lelang jabatan Kajati serta seleksi CPNS,” ujarnya.
Pada umumnya, kata dia, publik menilai kurang positif terhadap penegakan hukum di Indonesia sekarang ini. Menurut dia, kondisi penegakan hukum sekarang buruk/sangat buruk sebesar 41,2 persen lebih banyak dibanding yang menilai baik/sangat baik 25.6 persen.
“Yang menilai sedang 30.1 persen, dan yang tidak menjawab sekitar 3.2 persen,” jelas dia.
Sementara, Deni mengungkap kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yakni sebesar 61 persen warga sangat/cukup percaya pada pengadilan; kurang/tidak percaya 35 persen; dan tidak menjawab 4 persen.
Adapun, kata Deni, publik sangat atau cukup percaya ada 59 persen; kurang atau tidak percaya sebesar 36 persen dan tidak tahu atau tidak jawab cuma 4 persen. Lalu, publik yang sangat atau cukup percaya pada Polri sekitar 58 persen; kurang atau tidak percaya 38 persen; dan tidak tahu atau tidak jawab cuma 3 persen.
Selanjutnya, publik sangat atau cukup percaya pada KPK sebesar 60 persen; kurang atau tidak percaya ada 36 persen; dan tidak tahu atau tidak jawab cuma 4 persen. “Secara umum tingkat kepercayaan warga terhadap lembaga hukum hampir sama, tidak terlalu tinggi meski yang percaya masih diatas 50 persen,” katanya.
Di samping itu, Deni mengatakan survei ini juga menemukan adanya sentimen negatif warga pada kondisi korupsi. Menurut dia, mayoritas warga 53 persen menilai korupsi sekarang semakin banyak dibanding tahun lalu. Hanya 8 persen yang menilai semakin sedikit, 31 persen yang menilai sama saja, dan tidak menjawab 8 persen.
“Penilaian warga terhadap kejaksaan dari beberapa aspek pada umumnya cenderung negatif atau lebih banyak yang menilai negatif dibanding positif,” katanya.
Menurutnya, penilaian yang paling negatif terkait dengan praktik suap, dimana sekitar 59 persen warga menilai jaksa tidak bersih dari praktik suap. Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 26 persen, dan tidak jawab sekitar 15 persen.
“Survei ini juga menemukan bahwa warga pada umumnya 52 persen menilai proses pemilihan jaksa tidak bersih dari KKN. Yang menilai bersih hanya 30 persen, dan sisanya 18 persen tidak dapat menjawab,” katanya.
Selain itu, Deni mengatakan sekitar 49 persen warga menilai jaksa tidak independen dalam menuntut perkara lebih banyak dari yang menilai jaksa independen, 34 persen, dan tidak dapat menjawab 17 persen.
Kemudian, publik juga menilai buruk sistem pengawasan internal yang berlaku di lingkungan Kejaksaan. Sekitar 45 persen warga menilai pengawasan internal terhadap pegawai kejaksaan atau jaksa tidak berjalan dengan baik.
“Yang menilai sudah berjalan dengan baik 35 persen dan sekitar 20 persen tidak tahu/tidak dapat menjawab,” kata Deni.