Survei KedaiKOPI: 65 % Warga Lihat Kejaksaan Tak Adil Tangani Pinangki
- Edwin Firdaus/VIVA.
VIVA – Lembaga Survei KedaiKOPI melakukan survei kinerja lembaga penuntutan atau Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Sebab, belakangan kerap terjadi ketimpangan perlakuan penegakan hukum atau disparitas yang dilakukan Kejaksaan.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan survei ini dilakukan kepada 1.047 responden di 34 provinsi Indonesia pada 22 sampai 30 Juli 2021 dengan cara daring terkait "Survei Kata Publik tentang Kinerja Kejaksaan'.
Jumlah responden proporsional berdasarkan besaran populasi di setiap provinsi dengan sampel cenderung lebih besar laki-laki (55,2 persen) daripada perempuan (44,8 persen), sebagian besar adalah generasi milenial dengan usia 25-40 tahun (45,5 persen) disusul oleh generasi Z dengan usia 17-24 tahun (31,8 persen) sebagai pengguna internet terbesar di Indonesia.
"Tingkat pendidikan sampel survei ini relatif lebih tinggi dari pada rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya yaitu 40,8 persen lulusan S1 atau D4 dan 41,5 persen adalah lulusan SLTA atau sederajat," kata Kunto melalui keterangannya pada Kamis, 12 Agustus 2021.
Dari hasil survei tersebut, Kunto mengatakan 59,5 persen dari responden di seluruh Indonesia menganggap disparitas atau ketimpangan perlakuan yang cenderung tidak adil dalam penegakan hukum oleh Kejaksaan sangat besar. Menurut dia, responden menilai masih ada ketidakadilan hukum yang masih tajam ke bawah, tumpul ke atas.
"Disparitas hukum dipersepsi terjadi hampir di seluruh provinsi Indonesia yang harus menjadi perhatian kejaksaan dan pemerintah," ujarnya.
Selain itu, Kunto mengatakan sebanyak 71,7 persen responden di seluruh Indonesia menganggap telah terjadi disparitas perlakuan hukum terhadap mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki terpidana kasus korupsi dari pengusaha Djoko Tjandra hanya dihukum 4 tahun penjara.
Kemudian, kata dia, 71,2 persen warga Indonesia menganggap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Pinangki terlalu ringan; 61,6 persen tidak setuju terhadap absennya proses kasasi dari JPU, dan 65,6 persen melihat ada perlakuan tidak adil dari Kejaksaan dalam kasus Pinangki. "Ini karena Kejaksaan dianggap melindungi anggotanya," jelas dia.
Selanjutnya, mayoritas publik atau 79,6 persen memiliki persepsi bahwa telah ada 'bantuan orang dalam' sehingga Pinangki mendapatkan hukuman yang rendah. Dari kasus Pinangki tersebut, masyarakat akhirnya beranggapan bahwa disparitas hukum atau pidana yang terjadi ditubuh institusi Kejaksaan ternyata sangat tinggi.
"Terdapat 59,5 persen responden yang menganggap disparitas hukum di provinsi mereka (responden) sangat besar," katanya.
Sementara Founder KedaiKOPI, Hendri Satrio mengatakan secara umum tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Jaksa Agung ST.
Burhanudin di Kejaksaan relatif rendah. Hal itu terlihat dari 61,8 persen menyatakan tidak puas atas kinerjanya memimpin Korps Adhyaksa.
"Kemudian 59,8 persen lapisan masyarakat menyangsikan komitmen Jaksa Agung Burhanudin dalam melaksanakan reformasi birokrasi di Kejaksaan," kata Hendri.
Di lain sisi, Hendri mengatakan penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Jiwasraya dan PT Asabri oleh Kejaksaan Agung juga disorot publik. Menurut dia, sebanyak 30,4 persen responden tidak setuju dengan penyitaan aset yang bukan berasal dari hasil korupsi.
Mereka memiliki alasan antara lain, merugikan pihak yang tidak bersalah seperti investor (49,9 persen) dan harus ada pemisahan aset nasabah dan aset perusahaan (12,5 persen).
Sedangkan dari 69,6 persen responden yang setuju, sebagian beralasan bahwa untuk mengembalikan kerugian negara (23,2 persen), menimbulkan efek jera (21,6 persen), dan dikembalikan kepada nasabah (20,3persen).
"Yang paling penting adalah bahwa 69,1 persen publik menganggap pengusutan kasus Jiwasraya dan Asabri ini telah mengganggu roda pasar saham dan investasi di Indonesia," katanya lagi.