COVID Melonjak, NU Jatim Keluarkan SE Salat Idul Adha dan Kurban

Ilustrasi hewan kurban.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor 982/PW/A-II/L/II/2021 terkait pelaksanaan salat Idul Adha, penyembelihan dan distribusi hewan kurban dan salat Jumat di Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat karena melonjaknya kasus COVID-19.

SE tersebut ditandatangani oleh Rais Syuriah PWNU Jatim KH Anwar Manshur, Katib Syuriah KH Syafruddin Syarif, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar dan Sekretaris Tanfidziyah Akhmad Muzakki. SE dikeluarkan dengan mempertimbangkan PPKM Darurat, SE Gubernur Jatim terkait pelaksanaan kurban dan momentum Idul Adha di tengah pandemi COVID-19.

“Ya (PWNU Jatim mengeluarkan SE tersebut),” kata Sekretaris PWNU Jatim Akhmad Muzakki dikonfirmasi soal SE PWNU Jatim yang tersebar di jejaring WhatsApp itu, Kamis, 15 Juli 2021.

Berikut ini secara lengkap isi SE PWNU Jatim terkait pelaksanaan salat Idul Adha berjamaah, penyembelihan dan distribusi hewan kurban dan salat Jumat.

Salat Idul Adha

a. Melaksanakan salat Idul Adha dengan berjamaah dan khutbah sesudah semuanya hukumnya sunnah, berbeda dengan shalat Jumat yang kesemua hukumnya wajib.


b. Menjaga dan berikhtiar agar tetap sehat, baik untuk dirinya maupun orang lain adalah wajib hukumnya. Jika kerumunan diduga kuat oleh para ahli menjadi salah satu sebab terjadinya penyebaran COVID-19, maka penyelenggaraan ibadah salat Idul Adha 1442 H dan rangkaiannya wajib menghindari konsentrasi jemaah dalam jumlah yang berpotensi menimbulkan penyebaran serta sekaligus juga mematuhi prosedur kehati-hatian menyesuaikan kondisi di masing-masing daerah, sebagaimana berikut:
 
1). Penyelenggaraan salat Idul Adha dan rangkaiannya harus didasarkan atas kesepakatan hasil koordinasi antara Satgas COVID-19 dan tokoh agama panutan masyarakat, mulai dari kaitannya dengan jumlah jemaah dan tempatnya, durasi waktunya, pelaksanaan berjamaahnya dengan keluarga inti di rumah masing-masing, bahkan sampai kemungkinan terendah yaitu salat sendirian/tidak berjamaah di rumah.

2). Untuk khotbah salat Idul Adha dengan berjamaah jika memungkinkan hendaknya tetap dilakukan guna mendapatkan kesunnahan.

c.         Memaksakan penyelenggaraan salat Idul Adha dalam jumlah yang berpotensi terjadinya penularan/penyebaran COVID-19, apalagi menyelisihi kesepakatan hasil koordinasi sebagaimana di atas adalah haram hukumnya.


Ibadah Kurban

a. Substansi ibadah kurban adalah menyembelih ternak kurban dan membagikannya kepada mustahiq (fakir/miskin) walaupun tidak seluruhnya dibagikan, kecuali kurban yang dinazarkan. Cara yang demikian itu sudah sah, walaupun dilakukan sendiri oleh pengurban atau tanpa lewat panitia.

b. Jika penyelenggaraan ibadah kurban dilakukan oleh panitia yang umumnya berada di Kawasan masjid, maka panitia kurban di masjid juga wajib menghindari kerumunan warga dengan tetap mentaati protokol kesehatan dengan benar.

c. Jika diperlukan untuk menghindari potensi kerumunan, penyembelihan ternak kurban dapat dilakukan dalam beberapa hari dalam hari-hari tasyriq yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, dan semua itu tetap diperbolehkan dan sah.

Salat Jumat

a. Bahwa mengingat salat Jumat hukumnya wajib, maka pelaksanaannya secara berjamaah dan keberadaan khotbahnya juga wajib.

b. Namun dalam masa genting seperti sekarang ini, selain tetap wajib menjalankan protokol kesehatan dengan benar, umat Islam juga dapat melaksanakan salat Jumat dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1). Salat Jumat dapat dilakukan dengan berpedoman pada pendapat ulama yang memperbolehkan jumlah jemaah kurang dari 40 orang laki-laki (bisa 12 orang laki-laki, 4 orang laki-laki, atau 3 orang laki-laki) dan juga dapat diselenggarakan di tempat mana saja di beberapa opsi lokasi (ta’addud al-jum’ah) asalkan terjamin aman dari potensi ancaman penyebaran COVID-19, seperti balai RT/RW, halaman rumah atau pun di dalam rumah bersama keluarga terdekat. Pasalnya, masjid dalam kaitannya dengan penunaian kewajiban salat Jumat bukanlah sebagai syarat atau pun rukun

2). Selama masih mampu melaksanakan salat Jumat, maka umat Islam tidak boleh meninggalkannya melainkan berkewajiban melaksanakannya dengan benar mengikuti ulama fiqih yang otoritatif (mu’tabar), dan bukan asal salat Jumat begitu saja seperti salat Jumat online dan salat Jumat bergelombang di satu tempat dengan bergantian
 

3). Apabila masa pandemi sudah dinyatakan berakhir dan aman, maka umat Islam wajib melaksanakan salat Jumat seperti sedia kala, yaitu di satu tempat (masjid) bersama seluruh warga dalam satu wilayah yang sama.