Muhammadiyah Imbau Dana Qurban Dialihkan Bantu Korban COVID-19

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar.
Sumber :
  • Dok. Muhammadiyah

VIVA – Pengurus Muhammadiyah berpandangan bahwa sebaiknya dana untuk pengadaan hewan qurban oleh umat muslim, dialihkan untuk membantu warga masyarakat tidak mampu yang terdampak COVID-19.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengungkapkan, dalam kondisi sekarang ini, banyak anggota warga masyarakat terpapar COVID-19, terutama sangat berat dirasakan oleh mereka yang masuk golongan ekonomi lemah. Karena itu butuh pertolongan banyak pihak saat ini.

“Misalnya mereka yang bekerja jualan, lalu ada keluarga yang terkena COVID-19 dan tidak bisa jualan. Mereka ini sangat perlu santunan, karena tidak ada pemasukan sama sekali,” kata dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, 2 Juli 2021.

Dalam kondisi seperti itu, kata dia, dibutuhkan kepekaan nurani. Dia mengingatkan tentang ayat dalam Al Qur’an yang memerintahkan untuk menyantuni fakir miskin.

“Agama itu tidak hanya sakedar dilaksanakan secara harfiyah, ini Idul Qurban kita berqurban, tapi agama juga dilaksanakan dengan pikiran rasional dan juga kepekaan nurani,” ujarnya.

Syamsul Anwar juga menjelaskan tentang Manhaj Tarjih yang dianut oleh Muhammadiyah sebagai metode dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam bidang keagamaan khususnya.

“Muhammadiyah menerapkan manhaj Tarjih dengan bersumber pada Alquran dan Sunnah dan melalui tiga pendekatan yaitu Burhani, Bayani serta Irfani,” jelasnya.

Pendekatan Bayani ujar Syamsul Anwar, adalah melihat masalah agama dari segi dalil-dalil syar’i-nya, kemudian pendekatan Burhani melihat permasalahan dari sudut teori-teori ilmu pengetahuan, dan Irfani melihat masalah dari kepekaan nurani.

Melalui sumber dan pendekatan itulah, dalam menyambut Idul Qurban tahun 2021 ini, Muhammadiyah seperti halnya tahun 2020 menganjurkan agar mengalihkan dana untuk Qurban guna membantu warga tidak mampu yang terdampak COVID-19.

Ia menjelaskan, tujuan beragama adalah seperti yang tertuang dalam Surat Al Anbiya’ ayat 107, bahwa Nabi Muhammad tidak diutus kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam.

"Tuhan mengutus Nabi Muhammad membawa syariat adalah untuk mewujudkan kemashlahatan dan rahmat bagi semesta alam. Bagaimana rahmat ini diwujudkan? Mana yang lebih rahmat, kita menyembelih 25 ekor sapi tiga hari habis, dibandingkan dengan kita membantu mereka yang sekarang banyak mengalami kesukaran. Itu harus dipertimbangkan, itu kepekaan nurani,” katanya.

Ia menambahkan, prinsip-prinsip dalam beragama yaitu pertama prinsip kemudahan, agama itu tidak mempersulit dan bertujuan untuk memberi kemudahan. Prinsip kedua adalah kemampuan, ketiga tidak menimbulkan mudarat dan keempat mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Hukum-hukum juga bisa berubah sesuai dengan kaidah tidak diingkari perubahan hukum karena perubahan zaman, tempat dan perubahan.

“Kapan hukum itu berubah? Apabila terpenuhi empat syarat, satu ada tuntutan kemashlahatan untuk berubah, hukum itu tidak mengenai pokok ibadah mahdoh, tidak bersifat qat’I dan harus berlandaskan suatu dalil syar’I juga,” katanya.

Baca juga: Kasus COVID-19 Melonjak, Permintaan Tabung Oksigen Meroket 400 Persen

Terkait Salat Idul Adha, Syamsul Anwar mengungkapkan, karena kondisi terkini perkembangan pandemi Covid-19 Majelis Tarjih akan mengeluarkan fatwa dalam dua tiga hari ini.

“Salat Idul Adha itu kembali seperti pada fatwa Idul Fitri tahun 2020 yang lalu yaitu tidak merekomendasikan sholat di lapangan atau di masjid, jadi salat di rumah masing-masing,” tuturnya.

Fatwa itu karena pertimbangan dan argumentasi yang sudah disampaikan, agama itu sebuah kemudahan serta dalam melaksanakan agama tidak menimbulkan mudarat.

Salat Idul Adha di rumah juga tidak dimaksudkan mengadakan suatu jenis ibadah baru, karena sholat yang dilakukan tetap sama seperti yang dituntunkan Nabi Muhammad SAW.