NTB Resah Gerhana Bulan Merah Tanda Gempa Besar? Ini Kata BMKG
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Banyak netizen di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaitkan fenomena gerhana bulan merah darah yang akan muncul pada Rabu 26 Mei 2021 sebagai tanda akan muncul gempa besar.
Netizen mengatakan fenomena gempa Lombok 2018 lalu diawali dengan fenomena bulan berbentuk aneh. Mereka khawatir kejadian gempa besar akan terulang lagi seiring dengan fenomena super bloodmoon besok.
Menanggapi hal itu, Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram Ardhianto Septiadhi mengatakan belum ada bukti ilmiah gerhana bulan sebagai tanda kemunculan gempa.
"Secara ilmiah belum ada penelitian yang menunjukkan fenomena gerhana terkait dengan kejadian gempa bumi," kata Ardhianto pada Selasa, 25 Mei 2021.
Ardhianto menjelaskan bahwa fenomena gerhana bulan dipengaruhi oleh letak matahari, bumi dan bulan yang sejajar sehingga cahaya matahari terhalang oleh bumi (pergerakan orbit tata surya). Sedangkan gempa bumi tektonik merupakan peristiwa lepasnya energi akibat patahnya lapisan dari dalam bumi (pergerakan lempeng bumi).
"Sehingga dua hal tersebut merupakan hal yang berbeda penyebabnya," kata dia.
Ardhianto menambahkan penjelasan tersebut juga dikuatkan oleh beberapa peneliti dunia yang menjelaskan tidak ada korelasi antara gelombang bumi dan terjadinya gempa bumi, misalnya dijelaskan oleh Kennedy (2004).
Namun ada juga peneliti lain yang mengaitkan fenomena tersebut sebagai tanda akan muncul gempa. Namun hubungan terjadi gempa dengan fenomena langit sangat kecil.
"Penelitian lain melaporkan korelasi positif kecil misalnya Kasahara, 2002," ujarnya.
"Gempa bumi terjadi ketika stres pada patahan melebihi ambang batas kritis untuk pecah sebuah patahan. Hal ini juga diketahui bahwa penerapan stres tambahan ke sistem sesar yang dekat dengan kegagalan dapat memulai pecah dan menghasilkan gempa," kata Ardhianto.
Lain lagi oleh sumber dari tulisan peneliti Metivier dkk. (2009), menjelaskan ada kemungkinan bahwa pengangkatan akibat pasang surut bumi dapat mengurangi tekanan normal yang mempengaruhi patahan secara bersamaan.
"Beberapa penelitian terbaru oleh Metivier dkk. (2009) menyajikan bukti untuk ini," katanya.
Namun kata Ardhianto jika ada hubungan statistik antara pasang surut bumi dan aktivitas gempa bumi, itu tidak benar-benar membantu dalam hal prediksi gempa karena kita tidak memiliki cara untuk mengukur besaran gaya pada zona patahan.
"Pada saat terjadinya supermoon tarikan gravitasi bulan pada bulan perige pun tidak cukup memiliki perbedaan gaya tarik yang besar dibandingkan dengan waktu lain secara signifikan sehingga tidak mampu mengubah ketinggian pasang surut yang memicu gempa bumi."