Polri: 1.364 Perkara Diselesaikan Lewat Restorative Justice
- dok Polri
VIVA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki program unggulan dalam kebijakan utama transformasi operasional dengan peningkatan kinerja penegakan hukum. Salah satunya proses penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Dalam catatan Posko Presisi Polri, aksi dari program tersebut ini upaya mengedepankan hukum progresif dalam penyelesaian perkara melalui restorative justice. Yang tidak hanya melihat aspek kepastian hukum, namun pada kemanfaatan dan keadilan.
Penanggung jawab 23 mengenai kegiatan restorative justice, Brigjen Iwan Kurniawan mengatakan, capaian tersebut dideskripsikan dengan berbagai indikator penyelesaian perkara melalui pendekatan restorative justice di lingkungan Direktorat Bareskrim.
Baca juga: Daftar 10 CEO dengan Gaji Fantastis, Naik Saat Pandemi COVID-19
Menurut dia, restorative justice masuk rencana aksi 084, yaitu mengedepankan hukum progresif dalam penyelesaian perkara melalui restorative justice. Yang tidak hanya melihat aspek kepastian hukum, namun pada kemanfaatan dan keadilan.
“Selama 60 hari kepemimpinan Pak Kapolri, sudah ada 1.364 perkara yang diselesaikan dengan pendekatan restorative justice,” kata Iwan pada Senin, 26 April 2021.
Tentu saja, kata Iwan, angka tersebut bukan angka ideal. Akan tetapi, upaya awal memberikan efek yang baik bagi masyarakat yaitu meneguhkan bahwa hukum itu memang merupakan upaya terakhir atau ultimum remidium.
“Kami terus mengamati implementasi ini untuk disempurnakan, sehingga angka capaian meskipun menggembirakan, tapi terus kami kaji bagian per bagian dari implementasinya,” ujarnya.
Sementara Asrena Polri, Irjen Wahyu Hadiningrat selaku Pengarah Tim Posko Presisi menjelaskan, implementasi restorative justice sedang dalam proses teregistrasinya perkara yang diselesaikan ke dalam Buku B-19 (Buku Register Baru) dan diinput ke aplikasi elektronik manajemen penyidikan atau E-MP.
“Jika tingkat Mabes dapat memberikan sebuah format baku, maka tingkat Polda jajaran akan mengikuti format yang terstandar ini. Maka, kami tingkat Mabes sedang merumuskan draft Peraturan Kepolisian atau Perpol mengenai restorative justice,” jelas Wahyu.
Menurut dia, penyusunan pendekatan preemtif dalam penegakan hukum ini harus memberikan masukan situasi wilayah yang berkaitan dengan kearifan lokal di daerahnya. Mungkin saja, kata dia, tingkat Mabes Polri masyarakatnya heterogen tapi memiliki kesamaan dalam melihat sengketa.
“Sementara di tingkat wilayah, kesadaran hukum yang terbatas dapat ditekankan dengan bantuan berbagai pihak di masyarakat untuk memperoleh klik yang sama dalam melihat sengketa,” ungkapnhya.