BPOM Belum Izinkan Uji Klinis Fase II Vaksin Nusantara, Ini Sebabnya

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Penny K Lukito.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II untuk vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Kepala BPOM Penny Kusmastuti Lukito mengatakan tim peneliti vaksin Nusantara perlu melakukan perbaikan atas hasil uji klinis fase I dan menyampaikan perbaikan kepada BPOM sebagaimana hasil review yang diberikan BPOM kepada tim peneliti vaksin Nusantara.

Penny menegaskan BPOM sudah melakukan pendampingan yang sangat intensif dimulai dari sebelum uji klinik, mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), dan ada komitmen-komitmen yang harus dipenuhi. BPOM juga sudah melakukan inspeksi terkait vaksin Nusantara.

Jika ada pelaksanaan uji klinik yang tidak memenuhi standar-standar atau tahapan-tahapan ilmiah yang dipersyaratkan, maka akan mengalami masalah dan tidak bisa lanjut ke proses berikutnya.

"Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan, dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya di dalam pelaksanaan uji klinik dari fase 1 dari vaksin dendritik. Dan itu sudah disampaikan kepada tim peneliti tentunya untuk komitmen adanya corrective action, preventive action yang sudah seharusnya diberikan dari awal tapi selalu diabaikan tetap tidak bisa nanti kembali lagi ke belakang," ujar Penny dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Selasa, 13 April 2021.

Ia menyatakan BPOM tidak pilih kasih terkait uji klinis vaksin apapun termasuk vaksin Nusantara.
"BPOM akan mendukung apapun bentuk riset apabila sudah siap masuk uji klinik itu akan didampingi tetap tapi tentu dengan penegakan berbagai standar-standar yang sudah ada," tegasnya.

Menurut Penny, vaksin Nusantara belum bisa lanjut ke tahap uji klinis selanjutnya karena beberapa syarat belum terpenuhi diantaranya Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, Good Laboratory Practice dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Antigen yang digunakan pada vaksin tersebut juga tidak memenuhi pharmaceutical grade. 

Hasil dari uji klinis fase 1 terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi juga belum meyakinkan sehingga memang belum bisa melangkah untuk fase selanjutnya.

"Silakan diperbaiki proof of concept-nya, kemudian data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan validitas dari tahap 1 clinical trial, barulah kalau itu semua terpenuhi barulah kita putuskan apakah mungkin untuk melangkah ke fase selanjutnya," tuturnya.

BPOM, lanjut Penny, mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu. BPOM akan terus mendampingi apabila ada keinginan dari tim peneliti untuk memperbaiki.

BPOM ingin memastikan bahwa kualitas dari vaksin itu memang layak untuk dijadikan produk dalam uji klinik yang menggunakan manusia. "Ada corrective action (perbaikan) yang harus mereka berikan sampai dengan saat ini sampai dengan sesuai waktu yang diberikan belum kami terima," tutur Penny

Pengembangan Vaksin Nusantara masih menjadi polemik di masyarakat saat ini. Perjalanan vaksin itu hingga akhirnya bisa digunakan kepada masyarakat dinilai masih panjang.

Namun demikian ada beberapa tokoh, termasuk Aburizal Bakrie menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Nusantara yang digagas Terawan. Meskipun, vaksin nusantara belum mendapat izin dari Badan POM. (Ant)