KPK Bisa Kembali Jerat Sjamsul Nursalim dan Istri di Kasus BLBI
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim tak serta merta menutup ruang lembaga antirasuah mengusut kasus yang terkait BLBI.
KPK membuka peluang untuk menjerat Sjamsul dan Itjih atau pihak lain terkait BLBI jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengungkapkan, penghentian penyidikan terhadap perbuatan yang diduga dilakukan Sjamsul dan Itjih bersama-sama mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Kasus itu dihentikan sebagai konsekuensi atas putusan Kasasi Mahkamah Agung melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum. Karena begitu, KPK tetap membuka untuk mengusut jika ditemukan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan Sjamsul, Itjih atau pihak lain yang terkait BLBI sepanjang tidak berkaitan dengan putusan yang dijatuhkan MA terhadap Syafruddin.
"(SP3) Ini adalah memutuskan bahwa untuk yang perkara bersama SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) itu sudah dihentikan tapi untuk perbuatan lainnya seandainya kami menemukan selain ada misrepresentasi ternyata ada penggelembungan, markup, atau penaikan nilai aset-aset yang terpisah dari perbuatan SAT itu masih perbuatan yang terbuka bisa dilakukan proses hukum," kata Ghufron kepada awak media, Senin, 12 April 2021.
Lembaga superbody ini juga membuka diri terhadap setiap masukan atau informasi dari masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi. KPK akan mendalami setiap informasi tersebut.
"Artinya kita tidak kemudian terbatas dengan azas nebis in idem karena perbuatannya terpisah. Tapi kalau perbuatannya yang bersama-bersama dengan SAT kami harus menghormati dan taat pada putusan Kasasi," kata Ghufron.
Dalam kesempatan sama, Ghfuron kembali menjelaskan alasan pihaknya menerbitkan SP3 terhadap Sjamsul dan Itjih. Ditegaskan Ghufron keputusan itu tidak terlepas dari putusan Kasasi MA terhadap Syafruddin yang didakwa bersama-sama Sjamsul dan Itjih.
Dalam putusannya, kata Ghufron, MA menilai, Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut KPK. Namun, perbuatan itu bukan tindak pidana.
Selain itu, tekan Ghufron, putusan MA menyebut tidak adanya kerugian keuangan negara dalam perspektif tindak pidana. Kalau pun ada kerugian negara harus dianggap kerugian tersebut sebagai kerugian dalam perspektif pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUHPerdata. Pasal tersebut menyebutkan setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
"Sehingga apakah mungkin dilakukan upaya hukum lain untuk mengembalikan atau memulihkan kerugian negara tersebut, dalam perspektif pidana sekali lagi itu sudah tidak ada," ujarnya.
Ghufron menambahkan, pemulihan kerugian keuangan negara bisa dilakukan dalam perspektif keperdataan. Dengan begitu, pihak yang dapat menggugat secara keperdataan adalah Kejaksaan Agung.
"Tapi pelaksanaannya dari Jaksa negara yaitu teman-teman dari Kejaksaan Agung RI," imbuhnya.
Baca juga: Kasus Nursalim Disetop, Presiden Bentuk Satgas Tagih Aset BLBI