Polisi Sita Puluhan Ribu Regulator Elpiji Tak Ber-SNI di Jatim
- VIVA.co.id/ Nur Faishal (Surabaya)
VIVA – Aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap kasus peredaran produk regulator elpiji tak ber-SNI. Satu tersangka sudah ditetapkan dan sedikitnya 35 ribu regulator bertekanan rendah disita dari sebuah gudang di Kota Surabaya, Jawa Timur.
“Tersangkanya adalah pimpinan dari PT Cipta Orion Metal, kini masih diperiksa di Jakarta dan belum ditahan karena ada beberapa pertimbangan, salah satunya usianya sudah di atas 70 tahun,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko, di Markas Polda Jatim Surabaya pada Senin, 5 April 2021.
Kasus itu diungkap berdasarkan hasil patroli siber di Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Dari sana ditemukan salah satu distributor di Surabaya dan dilakukan pengecekan di sebuah pergudangan di Jalan Margomulyo Indah dan Mutiara Blok D Kota Surabaya. Di dua lokasi itu ditemukan regulator tak ber-SNI yang diedarkan CV Jaya Gembira.
“Barang yang kita amankan ini lalu dikirim ke Badan Uji Laboratorium Balai Besar Logam dan Mesin atau BBLM dan Balai Besar Barang dan Bahan Teknik atau B4T. Dari hasil pemeriksaan uji tersebut dinyatakan bahwa peralatan regulator ini sangat berbahaya apabila digunakan oleh konsumen,” ujar Gatot.
Wakil Direktur Reskrimsus Polda Jatim Ajun Komisaris Besar Polisi Zulham Effendy menuturkan, hasil uji laboratorium diketahui, di antaranya, terdapat bunyi dan getaran apabila regulator tersebut digunakan sehingga berpotensi menimbulkan kebocoran gas. Kebocoran gas di dalam ruangan itu berbahaya bagi konsumen.
Regulator tak ber-SNI itu sempat beredar di Jawa Timur sebelum diungkap polisi. Harganya tak jauh berbeda dengan regulator merek lain yang sudah ber-SNI. Masalahnya, karena tak ber-SNI, regulator buatan tersangka mudah menimbulkan ledakan dan kebakaran.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 113 Undang-undang Perdagangan dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda Rp5 miliar serta Pasal 66 UU Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian dengan ancaman lima tahun penjara dan denda Rp35 miliar.