Evita Beberkan Ciri-ciri Anak Terpapar Jaringan Teroris

Ketua Umum Pengurus Pusat KBPP Polri dan Anggota DPR Evita Nursanty
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Ketua Umum Pengurus Pusat KBPP Polri yang juga anggota DPR RI, Evita Nursanty meminta semua anggota Polisi mawas diri dalam menjalankan tugas. Hal ini disampaikannya lantaran adanya aksi bom bunuh diri di Makassar dan penyerangan yang dilakukan Zakiah Aini di Mabes Polri.

“Kami mengutuk keras aksi yang tidak berperikemanusiaan ini, dan mendukung langkah Kapolri dan jajarannya membongkar dan menindak jaringan teror ini. Kami juga berharap Polri tetap mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan dalam bertugas meskipun tanpa mengurangi kinerja pelayanan kepada masyarakat,” ucap Evita dalam keterangan tertulisnya pada VIVA, Kamis 1 April 2021.

Menurut Evita, sebagai bentuk dukungan kepada Polri, dia memerintahkan seluruh jajaran organisasi KBPP Polri dari pusat sampai tingkat paling bawah atau pimpinan sektor dan subsektor di daerah membantu tugas - tugas kepolisian terutama dalam rangka antisipasi dini kegiatan yang berhubungan dengan intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Dia juga mengimbau agar masyarakat semakin sadar aksi terorisme masih belum habis di Indonesia, dan para pelaku masih terus aktif melakukan rekrutmen terutama kepada generasi muda usia 17 tahun sampai 35 tahun, termasuk menyasar dunia pendidikan. 

Apalagi dalam peristiwa terakhir ini, termasuk yang terjadi di Surabaya dan daerah lainnya beberapa tahun lalu, melibatkan kaum perempuan.

Evita mengutip survei sebelumnya yang menurutnya sangat memprihatinkan, misalnya hasil survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (Lakip) yang menyatakan 52 persen pelajar setuju dengan aksi radikalisme. Kemudian survei PPIM UIN belum lama ini menyebut sebanyak 30 persen mahasiswa memiliki sikap intoleran terhadap agama yang berbeda. 

Selain itu penelitian PPIM UIN juga mendapatkan data bahwa radikalisme di lingkungan pendidikan sudah berkembang ke arah yang harus diwaspadai secara serius,apalagi ditemukan sebanyak 23 persen guru dan dosen memiliki opini yang radikal. Di antaranya 8,4 persen sudah diwijudkan dalam aksi-aksi radikal.

“Ini menjadi warning bagi para orang tua untuk mengawasi anak - anak jangan sampai terpapar radikalisme dan terorisme apalagi mereka sangat aktif menyasar anak-anak kita dari semua sisi termasuk di lingkungan pendidikan yang makin mudah berkat adanya sosial media.  Ini harus jadi problem bersama. Kita memang sangat membutuhkan pembangunan ekonomi dan infrastruktur tapi jangan lupa membangun suprastruktur,” ucapnya.

Para orang tua perlu mencermati ciri-ciri orang yang terpapar paham radikal, yaitu menutup diri dan menghabiskan waktu dengan komunitas yang dirahasiakan, merasa diri paling benar, serta mengajarkan kekerasan, kebencian, dan intoleransi. 

“Orang tua harus mencermati itu, dan jika ditemukan ciri - ciri itu harus diarahkan dengan benar,” kata Evita lagi.

Di pihak lain, Evita berpendapat, intoleransi, radikalisme dan terorisme harus dilawan secara bersama sama atau bergotong royong semua komponen bangsa Indonesia. Semangat gotong royong harus dibangun demi menciptakan Indonesia yang bersatu, damai, dan sejahtera.

“Sikap gotong royong adalah karakter dan kepribadian masyarakat Indonesia, dan merupakan wujud pengalaman Pancasila. Kita tidak bisa sendiri sendiri tapi harus bergotong royong melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme. Kita punya nilai nilai itu dalam darah kita,” sambung Evita

Baca juga: Penampakan Zakiah Aini, Penyerang Polisi di Mabes Polri