3 Tersangka Kasus Korupsi Revitalisasi Pasar Leles Garut Ditahan
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menahan tiga tersangka kasus korupsi revitalisasi pasar Leles Kabupaten Garut. Tersangka yaitu PPK Pemkab Garut inisial PF, pihak swasta inisial RN dan ART dari PT Uni Tano Seuramo (UTS) selaku pemenang tender.
Ketiganya ditahan pada Kamis malam 25 Maret 2021 setelah menjalani pemeriksaan intensif.
"Kejati Jabar sudah menetapkan tiga tersangka dan menahan ketiganya untuk 20 hari ke depan," ujar Plt Kasipenkum Kejati Jabar, Armansyah Lubis di Bandung, Jumat 26 Maret 2021.
Kasus korupsi ini terjadi saat Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Pemkab Garut pada tahun anggaran 2018 mengalokasikan Rp30 miliar untuk revitalisasi Pasar Leles. Pemkab kemudian melelangkan proyek tersebut pada Maret 2019. Namun, gagal karena tak ada peserta yang lolos kualifikasi.
Saat kembali dilelang, yang dapat dikerjakan hanya untuk pekerjaan struktur dan pembuatan pasar darurat senilai Rp16,4 miliar. Tersangka RN, selaku Direktur CV, dengan bidang perusahaan pengadaan barang dan jasa berminat mengikuti lelang pekerjan itu.
Namun, perusahaan milik RN tidak punya kualifikasi. Kemudian, RN mengajak tersangka AR yang tidak punya perusahaan untuk kerjasama ikut lelang.
Kemudian, RN dan AR sepakat meminjam perusahaan PT UTS yang memenuhi kualifikasi lelang dengan mekanisme pemberian kuasa direksi.
"Dalam pembuatan dokumen penawaran atas nama PT UTS , tersangka RN menyiapkan dan memasukan beberapa dokumen yang tidak benar ke dalam dokumen penawaran hanya untuk memenuhi persyaratan lelang dengan tujuan agar menang," ujarnya.
Kedua tersangka bersepakat membagi keuntungan setelah pekerjaan selesai yang akan dikerjakan selama 100 hari sejak 28 Agustus 2018 hingga 6 Desember 2018. Namun ternyata pekerjaannya tidak selesai hingga diperpanjang 20 hari.
"Dalam pelaksanaan pekerjaan juga tidak mengacu pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan anggaran yang disiapkan tersangka nilainya jauh di bawah nilai RAB dalam kontrak dengan PPK," katanya.
Sementara, Aspidsus Kejati Jabar, Riyono menyampaikan kondisi konstruksi menurut ahli justru mengalami penurunan kualitas.
"Di sisi lain, tersangka PF selaku PNS yang menjabat PPK justru membiarkan tersangka mempekerjakan orang yang tidak memiliki keahlian konstruksi dan tidak tercantum sebagai tim personil inti dalam kontrak," ujar Riyono.
Menurutnya, tersangka PF sudah mengetahui kondisi proyek yang dikerjakan tidak sesuai dengan RAB. Namun, melakukan pembayaran Rp1,9 miliar. Hasil audit BPKP Jabar menyatakan bahwa kerugian Negara mencapai Rp1,9 miliar.
Tapi, RN dan RA mengembalikan Rp623 juta. "Sehingga total kerugian negara dalam kasus ini Rp1,33 miliar," katanya.
Akibat perbuatannya, mereka dijerat pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No 20/2001jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.