Muhammadiyah Keluarkan Panduan Ibadah Puasa 2021 di Tengah Pandemi
- Dok. Muhammadiyah
VIVA – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar menyampaikan tuntunan ibadah selama bulan Ramadan di masa pandemi COVID-19.
Meskipun di awal bulan Maret terjadi penurunan jumlah orang terpapar COVID-19, namun penurunan jumlah terpapar COVID-19 pada bulan Maret bukanlah suatu yang berarti. Karena itu penerapan protokol kesehatan harus tetap dilakukan dengan ketat.
Baca juga: Khofifah Klaim PPKM COVID-19 Sukses di Jawa Timur
Menurutnya, Ramadhan 1442 Hijriah yang nanti akan dilewati, tidak jauh beda dengan Ramadan 1441 Hijriah yang telah dilewati. Atas dasar itu Majelis Tarjih PP Muhammadiyah mengemukakan beberapa tuntunan.
Pertama, puasa ramadan tetap wajib dilakukan kecuali bagi yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif COVID-19, baik yang bergejala maupun tidak termasuk dalam kelompok yang sakit ini.
“Mereka mendapat rukhsah meninggalkan puasa Ramadan dan wajib menggantinya di hari yang lain sesuai dengan tuntunan Alquran kalau memang diperlukan mereka tidak berpuasa agar kondisi tubuh tetap fit,” kata Syamsul Anwar di Jakarta, Minggu, 14 Maret 2021.
Kedua, untuk menjaga kekebalan tubuh, puasa Ramadan dapat ditinggalkan oleh tenaga kesehatan yang sedang bertugas. Tuntunan ini sesuai dengan Surat Al Baqarah ayat 195, ayat tersebut menunjukkan larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan
Dalam pelaksanaan agama menurut Syamsul, memiliki azas memudahkan, dan tidak menimbulkan mudharat. Tuntunan adalah memedomani apa yang telah dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya ada penularan COVID-19, salat berjamaah fardu dan tarawih supaya dilakukan di rumah masing-masing.
“Hujan saja diberi ruksha apa lagi dalam kondisi sekarang di mana kita meskipun sedang dalam proses vaksinasi, tidak harus kita lalai dan lengah. Protokol kesehatan harus tetap dijaga,” tuturnya.
Pada ibadah salat di bulan Ramadaan 1442 Hijriah, ia tetap menyarankan supaya shaf jamaah salah dilakukan dengan berjarak. Serta pintu dan ventilasi udara yang masuk dan keluar masjid supaya dibuka saat berjamaah, termasuk juga membatasi jumlah jamaah dari kapasitas yang disediakan oleh masjid.
“Kegiatan bersama di masjid atau mushola yang melibatkan banyak orang dan didalamnya terdapat perilaku yang berpotensi penyebab penyebaran virus corona, seperti makan bersama tidak dianjurkan,” tegasnya.
Sementara untuk salat Idul Fitri dapat dilakukan di lapangan kecil atau tempat terbuka di sekitar tempat tinggal dalam jumlah yang tidak membawa kerumunan besar, dengan beberapa protokol yang harus diperhatikan. Tuntunan ini telah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sebelum Ramadhan 1441 tahun lalu.
“Ini bukan sebuah ketakutan, tapi ini sebuah upaya mewujudkan kemaslahatan. Kemaslahatan itu sendiri merupakan maqasidu syariah (suatu yang menjadi tujuan syariah), jadi syariah itu diturukan oleh Allah SWT bukan untuk mensukar-sukar manusia. Allah dalam agama itu tidak menginginkan menyempitkan manusia, tetapi adalah mewujudkan maslahah,” tegasnya.