Wali Kota Malang Sesalkan Peringatan Hari Perempuan Aksi Anarkistis

Polisi menertibkan sekelompok massa mahasiswa asal Papua yang menyusup ke dalam massa demonstran memperingati Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2021.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Wali Kota Malang Sutiaji menyesalkan demonstrasi peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2021 berujung anarkistis. Sebelumnya, massa terlibat bentrokan dengan polisi dan TNI di kawasan Stadion Gajayana. 

Polresta Malang Kota dan Satgas COVID-19 setempat membubarkan aksi unjuk rasa ini. Mereka meminta massa demonstran masuk ke dalam truk polisi yang disiapkan untuk dipulangkan ke tempat tinggal masing-masing.

Selain dianggap melanggar protokol kesehatan, unjuk rasa disebut disusupi oleh mahasiswa asal Papua yang menolak otonomi khusus (Otsus) dan menuntut kemerdekaan Papua Barat. Negoisasi berjalan alot karena demonstran sempat menolak naik ke truk.

Seorang oknum demonstran merusak truk dengan memecah kaca di bagian ruang kemudi truk. Polisi pengemudi truk operasional terluka di bagian matanya sehingga harus dirawat di rumah sakit. 

"Saya menyayangkan dan menyesalkan di kondisi pandemi ada demo anarkis. Ini sangat kami sayangkan, sampai ada permintaan dari masyarakat untuk deklarasi damai semua komunitas," kata Sutiaji, Selasa, 9 Maret 2021.

Sutiaji mengatakan, menyuarakan pendapat di muka umum dengan berunjuk rasa dibolehkan sepanjang tidak anarkistis. Dia menilai peringatan Hari Perempuan Internasional di Kota Malang seharusnya berjalan damai karena memperjuangkan hak-hak perempuan. 

Akibat demo ricuh itu banyak masyarakat dan komunitas yang khawatir kasus serupa terulang. Mereka pun mengajak Pemerintah Kota Malang, TNI, dan Polri bersama berbagai elemen untuk deklarasi menyatakan komitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Malang.

Sutiaji mengingatkan, pemerintah dan aparat keamanan sekarang berkonsentrasi memastikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan skala mikro untuk mengendalikan pandemi COVID-19 berjalan sesuai rencana, tidak boleh ada aksi demonstrasi anarkistis.

Kepala Polresta Malang Kota Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata mengungkapkan, polisi sebelum membubarkan massa aksi telah memberi waktu selama 15 menit kepada sekelompok massa untuk naik ke truk.

Demonstran masih enggan naik ke atas truk. Mereka terus bergerak menuju jalan Ijen. Polisi menganggap kegiatan demo hari perempuan internasional hanya kedok untuk menolak otonomi khusus dan meminta kemerdekaan Papua.

"Mereka membentangkan spanduk tolak Otsus dan kemerdekaan Papua. Sudah jelas bahwa agenda ini adalah tipu-tipu, dari agenda unjuk rasa Hari Perempuan Internasional itu hanya tipu muslihat. Yang mereka lakukan adalah demo terkait kemerdekaan Papua dan juga terkait dengan penolakan Otsus tahap kedua," kata Leonardus. 

Leonardus menjelaskan, sekelompok massa demonstran menyerang polisi yang meminta mereka naik ke truk. Sesaat berada di atas truk dan akan dibawa ke tempat tinggal masing-masing, massa merusak truk polisi.

"Memancing, memprovokasi, petugas anggota saya beberapa dipukul sama mereka, tapi saya katakan tidak ada pembalasan. Justru mereka yang melakukan kekerasan dan memukul menendang anggota saya dan anggota TNI, ada videonya dan ada barang bukti,” katanya.