Isi Peraturan Presiden Jokowi yang Bolehkan Bisnis Miras
- VIVAnews/Diki Hidayat
VIVA – Jokowi sudah meneken Peraturan Presiden yang isinya tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut, pada lampiran III bidang Usaha Miras tertulis di dalamnya.
Pemerintah mengatur syarat untuk usaha minuman beralkohol dengan bisa dilakukan untuk penanaman modal baru. Tapi tunggu dulu, hanya saja, penanaman modal ini cuma bisa dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Aturan pembukaan investasi ini juga berlaku untuk pabrik pembuatan minuman anggur serta yang mengandung malt. Sekadar diketahui, sebelum terbitnya Peraturan Presiden ini, industri pembuatan miras masuk dalam golongan bidang usaha tertutup.
Perpres pun menuliskan, penanaman modal terbuka bagi investor asing dan dalam negeri, termasuk koperasi dan UMKM.
Investasi juga wajib dalam membentuk perseroan terbatas (PT) dengan dasar hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam negeri.
"Bidang usaha perdagangan eceran minuman keras atau beralkohol, persyaratan jaringan distribusi dan tempatnya khusus. Bidang perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol, persyaratan jaringan distribusi dan tempatnya khusus," tulis daftar 44 dan 45 pada lampiran III.
Sebelumnya, kebijakan tersebut langsung menuai reaksi bernada penolakan. Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan Perpres No 10 Tahun 2021 akan memicu maraknya miras oplosan, ilegal dan palsu.
"Ini sangat sering terjadi. Aparat kepolisian dan BPOM sudah sering menangkap para pelakunya," kata dia.
Saleh mengatakan, mayoritas masyarakat Indonesia menolak miras. Pasalnya, minuman beraklkohol yang dikonsumsi masyarakat berujung pada tindakan kriminalitas. Para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya.
"Saya menduga, devisanya tidak seberapa, tetapi kerusakannya besar. Ini cukup termasuk ancaman bagi generasi milenial yang jumlahnya sangat besar saat ini," kata Saleh dalam keterangannya belum lama ini.