Empat IRT yang Ditahan di Lombok Tengah, Sudah Dikeluarkan

Empat ibu rumah tangga (IRT) dengan dua balita di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mendekam di balik jeruji Kejaksaan Negeri Praya.
Sumber :
  • VIVA/Satria Zulfikar

VIVA – Empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan di Rutan Praya, Lombok Tengah, kini sudah bisa menghirup udara bebas. Penahanan terhadap mereka, ditangguhkan. Dari keempat perempuan tersebut, ada yang membawa bayinya.

Keempat IRT tersebut sempat viral. Hanya karena melempar pabrik tembakau, mereka ditahan. Bahkan yang membuat sejumlah pihak merasa miris, karena ada bayi juga yang terpaksa ikut bersama ibunya.

Dari unggahan Gubernur NTB Zulkieflimansyah, keempat IRT tersebut nampak sudah bisa menghirup udara bebas.

"Terima kasih kepada Ibu Sari Yulianti Anggota DPR Komisi 3 Darpil NTB yg membantu proses penangguhan Ibu2 di Rutan Praya siang ini," tulis Zulkieflimansyah, dikutip VIVA dari akun instagramnya @zulkieflimansyah pada Senin, 22 Februari 2021.

Zulkieflimansyah mengatakan, sejak viral banyak yang memberi dukungan dan bantuan kepada para IRT ini. Bantuan agar mereka bisa kembali ke rumah masing-masing. Termasuk dari Pemprov NTB, Pemda Lombok Tengah, Pengadilan Negeri Lombok Tengah, Polres, maupun dari pihak rumah tahanan serta anggota DPRD.

"Semua bersinergi dan bekerja luar biasa sehingga semua berjalan lancar," kata politisi PKS itu.

Sebelumnya diberitakan, empat IRT di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mendekam di balik jeruji Kejaksaan Negeri Praya. Dua dari mereka harus membawa anaknya yang masih bayi berada di balik jeruji karena mesti menyusui.

Keempat IRT itu sebelumnya melempar pabrik rokok yang ada di Dusun Eat Nyiur sebagai bentuk protes karena polusi yang ditimbulkan dan justru pabrik memilih mempekerjakan orang luar dibanding warga setempat.

Masing-masing IRT asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, adalah Nurul Hidayah (38 tahun), Martini (22 tahun), Fatimah (38 tahun), dan Hultiah (40 tahun). Mereka merupakan warga Dusun Eat Nyiur yang diancam pasal 170 KUHP ayat (1) dengan ancaman pidana penjara 5-tujuh tahun atas tuduhan pengerusakan.