Legislator PDIP Akan Tagih Janji Kapolri Listyo soal Sengkarut UU ITE
- VIVA.co.id/ Adi Suparman.
VIVA – Anggota DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin mengisyaratkan menyetujui rencana Presiden Joko Widodo untuk bersama DPR merevisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, dia mengusulkan beberapa langkah sebagai bagian dari rangkaian revisi UU ITE, terutama untuk mengatasi permasalahan banyaknya pasal dala undang-undang itu yang multitafsir alias pasal karet.
"Dalam benak saya, solusinya itu, yang pertama—saya diskusi banyak dengan publik—bikin Perpu; yang kedua, direvisi undang-undangnya; yang ketiga, buat semacam pedoman dalam interpretasinya atau tafsirnya," kata Hasanuddin pada Jumat, 19 Februari 2021.
Legislator PDIP itu mengingatkan, sebelum Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencananya untuk merevisi UU ITE, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sudah membahas itu saat dia diuji kelayakan dan kepatutannya (fit and proper test) sebagai calon kepala Polri. Sebab permasalahan yang timbul dari UU ITE sudah banyak dipertanyakan oleh anggota Komisi III DPR.
Dalam fit and proper test itulah Hasanuddin menilai Listyo sudah memiliki konsep mengatasi permasalahan UU ITE ini. "Beliau menyatakan konsep itu: satu, akan benar-benar selektif; yang kedua, akan dicarikan upaya-upaya hukum lain, tidak menimbulkan keresahan. Jadi akan menimbulkan keadilan.”
Kini semestinya melihat terlebih dahulu upaya Polri dalam mengatasi pasal yang multitafsir yang menjadi permasalahan UU ITE ini. "Mari kita lihat yang di depan mata kita saja, dengan catatan, mari kita koreksi bersama, masyarajat sipil juga harus melihat. Jadi Pak Kapolri kan sudah janji. Ketika pedoman itu dibuat oleh Kapolri untuk dilaksanakan ke bawah, seperti apa nanti aplikasinya," ujarnya.
Jika memang nanti dari pedoman itu tidak mengatasi masalah dan tetap diperlukan revisi, Hasanuddin tidak mempermasalahkannya. Sebab undang-undang memang memungkinkan untuk dikoreksi.
Dia hanya mengingatkan bahwa proses merevisi undang-undang tidak singkat. Pertama-tama, mesti didahului kajian mendalam sampai disusun naskah akademiknya. Kemudian dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional, dibahas di Badan Musyawarah DPR, dan seterusnya. “Prosedur itu terlalu panjang," ujarnya.