Reaksi PDIP atas Cerita Marzuki soal Megawati Kecolongan 2 Kali
- VIVA/Eduward Ambarita
VIVA – Perbincangan antara Politikus senior Partai Demokrat Marzuki Alie dengan mantan Anggota DPR Akbar Faizal dalam konten YouTube menuai reaksi dari Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Hasto menganggap, obrolan keduanya yang kemudian mengungkap kejadian lama hubungan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa secara gamblang terungkap. Diceritakan soal pernyataan SBY kepada Marzuki yang mengatakan bahwa Megawati telah kecolongan sebanyak dua kali dalam Pemilihan Presiden 2024 dianggap menguatkan soal isu yang sempat berkembang selama ini.
"Satyameva Jayate yang bermakna hanya kebenaran yang berjaya merupakan semboyan bahasa Sanskerta. Kebijaksanaan ini mungkin sama dengan kebijaksanaan masyarakat Indonesia yang selalu percaya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan pernyataan seperti Tangan Tuhan bekerja bahkan lewat cara yang kadang tak disangka manusia itu sendiri," kata Hasto dalam keterangannya yang diterima Rabu 17 Februari 2021.
Hasto menilai, bisa saja pernyataan Marzuki, elite dan juga mantan Sekjen Partai Demokrat benar adanya. Berdasarkan obrolan antara Marzuki dan Faisal dikatakan bahwa niat SBY membentuk partai adalah menjadi calon presiden. Dalam percakapan itu, Marzuki memang diajak masuk ke Demokrat padahal statusnya sebagai pucuk pimpinan di perusahaan BUMN.
Di sisi lain, Hasto juga menyatakan bahwa kala maju di Pilpres 2004, SBY kerap menampilkan diri seolah-olah dirinya tengah dizalimi.
“Dalam politik kami diajarkan moralitas politik yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa yang disampaikan oleh Marzuki Alie tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah kecolongan dua kali sebagai cermin moralitas tersebut. Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh pak SBY telah dizalimi oleh bu Mega. Ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan," kata dia.
Hasto mengatakan dia memahami jika tindakan mendzalimi diri sendiri yang dilakukan SBY dipakai sebagai "jurus" ketika hendak maju kontestasi.
Kemudian Hasto mengatakan bahwa ia pula sempat mendengar cerita dari Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, mendiang Cornelis Lay yang juga teman diskusi Megawati. Cornelis pernah mengatakan bahwa Megawati ketika menjadi Presiden sempat mendapat bisikan dari salah satu elite partai yang mempertanyakan pemilihan SBY sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemananan.
Elite itu mempertanyakan hal tersebut karena mertua SBY yakni Sarwo Edhie pada zaman dahulu dianggap tidak sejalan dengan ayah Megawati, Presiden pertama Soekarno. Peristiwa lain yang diceritakan kepada Megawati mengenai penyerangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996. Cornelis pun kemudian mendengar jawaban Megawati bahwa ditunjuknya SBY semata-mata demi rekonsiliasi dan mengedepankan rasa persatuan.
Sekjen PDIP kemudian menilai bahwa pernyataan Marzuki Alie akhirnya adalah bagian dari dialektika dari sejarah kebenaran itu.
“Dengan pernyataan pak Marzuki itu saya juga menjadi paham mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina pascapilpres 2004 lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan," lanjut Hasto.