KPK Sita Uang Saat Periksa Saksi Kasus Korupsi di PT DI

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Sumber :
  • Humas KPK

VIVA – Tim Penyidik Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) menyita sejumlah uang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT. Dirgantara Indonesia (PT DI) 2007-2017.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan penyitaan sejumlah uang itu dilakukan saat penyidik memeriksa saksi Eko Santoso Soepardjo, Senin, 15 Februari 2021. 

“Eko Santoso Soepardjo (swasta) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi Zailani), dan kepada yang bersangkutan dilakukan penyitaan sejumlah uang yang terkait dengan perkara ini,” kata Ali Fikri kepada awak media, Selasa, 16 Februari 2021. 

Namun, Ali tak merincikan berapa jumlah uang yang disita KPK dari saksi Eko. Begitu juga berapa jumlah uang yang sudah disita KPK dalam penanganan kasus ini. 

Pada perkara ini, penyidik KPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat. Di antaranya Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, pada Jumat malam, 29 Januari 2021. 

Dalam pemeriksaan, KPK mencecar Indra soal proses pengadaan dan pemelihara helikopter di Sekretariat Negara (Setneg) yang bekerja sama dengan PT DI. 

Diketahui, sebelum menjabat sebagai Sekjen DPR, Indra lama berkarier di Setneg. Salah satunya dengan menjabat sebagai Kepala Biro Umum Sekretariat Negara.

Pengadaan dan pemeliharaan helikopter di Setneg itu diduga berujung rasuah. Tim KPK menduga terdapat sejumlah pihak di Setneg yang mendapat 'kick back' atas proyek tersebut dari PT DI. 

Selain Indra Iskandar, KPK juga telah memeriksa Kemal Hidayanto selaku mantan Manajer Penjualan ACS Wilayah Domestik PTDI, Achmad Azar selaku Manager Penagihan PT Dirganta Indonesia 2016-2018, Suharsono selaku mantan Kabiro Keuangan Sekretariat Kementerian Sekretariat Negara tahun 2006-2015 dan Teten Irawang selaku Manajer SU ACS tahun 2017 PT DI.

Sementara pada Selasa, 26 Januari 2021, tim penyidik telah memeriksa mantan Sekretaris Kemsetneg, Taufik Sukasah dan Kepala Biro Umum Kemsetneg, Piping Supriatna.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh serta Arie Wibowo menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia (persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Rapat itu juga membahas biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang dinilai tak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Lebih lanjut, Firli menjelaskan bahwa tersangka BS (Budi Santoso) mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

"Namun sebelum dilaksanakan, tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penjunjukkan langsung. 

Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia (Persero), pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Budi Santoso kemudian memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Selanjutnya, mulai Juni 2008 sampai dengan 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

"Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama,” kata Firli.

Selanjutnya, pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama tahun 2011 sampai dengan 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) kepada 6 perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.

“Bahwa setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (Persero), terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (Persero) di antaranya Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh,” kata Firli.

Perbuatan para tersangka ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.