Golkar Nilai Belum Perlu Revisi UU Pemilu
- Istimewa
VIVA – Draf revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu saat ini tengah dibahas di DPR. Suara fraksi di DPR terbelah salah satunya terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak.
Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPP Golkar Maman Abdurahman menyampaikan partainya mendukung usulan belum perlu revisi UU Pemilu. Alasannya, UU Pemilu baru disahkan pada periode lalu sehingga belum terlihat UU ini perlu dibenahi atau tidak.
Pun, dalam UU Pemilu saat ini juga sudah mengatur pelaksanaan Pilkada serentak dihelat pada 2024.
"Kita belum bisa mengatakan apakah UU Pemilu ini berhasil atau tidak, mengingat pelaksanaan pemilu serentaknya di tahun 2024 belum dijalani," ujar Maman, dalam keterangannya, Sabtu, 30 Januari 2021.
Maman mengatakan sebaiknya pelaksanaan Pilkada 2024 sesuai dalam UU Pemilu saat ini agar dilaksanakan terlebih dahulu.
Kemudian, ia bilang bila setelah pilkada serentak sudah dijalankan maka bisa dievaluasi. Dari hasil evaluasi itu nanti bisa diusulkan kemungkinan untuk dilakukan revisi.
“Kita jalani saja dulu UU Pemilu yang sudah ada ini supaya jangan sedikit-sedikit diubah,” jelas Anggota Komisi VII DPR tersebut.
Menurut dia, dengan merujuk UU Pemilu saat inimaka kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 menyadari konsekuensi jadwal pilkada. Sebab, tidak ada pelaksanaan pilkada pada 2022 dan 2023 mendatang.
Dia menekankan pengesahan UU Pemilu dilakukan sebelum pelaksanaan Pilkada 2017. Dengan demikian, ia menilai kepala daerah yang berkontestasi pada 2017 dan 2018 sudah mengetahui tentang keserentakan Pemilu 2024.
"Saat mereka maju pada kontestasi politik di tahun 2017 dan 2018, sudah sangat paham dan mengerti betul tidak akan ada lagi pemilihan di tahun 2022 dan 2023,” ujarnya.
DPR saat ini tengah disorot karena pembahasan revisi UU Pemilu. Salah satunya menyangkut pembahasan pilkada serentak gelombang lima.
Ada usulan agar pilkada tetap digelar 2022 sesuai yang dimunculkan dalam draf revisi UU Pemilu. Namun, sejumlah fraksi berpandangan UU Pemilu tak perlu direvisi sehingga pilkada tetap digelar pada 2024.
Dalam draf RUU Pemilu Pasal 731 ayat (1) disebutkan "Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2015 dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2020".
Baca Juga: PDIP Ngotot Pilkada 2024, Pengamat: Kalau 2022, Anies yang Menang
Pasal 731 ayat (2) disebutkan "Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022".
Pasal 731 ayat (3) disebutkan "Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023".
Dalam Pasal 734 ayat (1) dijelaskan bahwa "Pemilu Daerah pertama diselenggarakan pada tahun 2027, dan untuk selanjutnya diselenggarakan setiap lima tahun sekali". Lalu dalam Pasal 734 ayat (2) disebutkan "Pemilu Nasional pertama diselenggarakan pada tahun 2024, dan untuk selanjutnya diselenggarakan setiap lima tahun sekali".