Pigai Serang Wamenkumham soal Vaksin: Wamen Sekolah Di Mana

Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai
Sumber :
  • Instagram Natalius Pigai

VIVA – Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai heran dengan pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Hiariej soal ancaman pidana bagi warga negara Indonesia yang menolak divaksin COVID-19 akan dikenakan kurungan penjara selama satu tahun. 

Menurut Pigai, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kondisi sekarang lantaran Indonesia belum mengeluarkan status lockdown.

Penolakan Vaksin tidak bisa dipidana dengan UU Karantina Kesehatan Jika Negara Belum Umumkan Lockdown atau Status Karantina Wilayah,” tulis Pigai dalam cuitannya diakun Twitter @Nataliuspigai2 yanh dikutip VIVA, Rabu 13 Januari 2021.

Pigai bahkan menantang Edward untuk menjelaskan perihal isi UU karantina. “Saya tanya wamen ini sekolah di mana? Ngerti arti kekarantinaan? kurang baca nie UGM: UU Kesehatan, UU tentang kesehatan, UU wabah. Kekarantinaan itu harus dengan National adress soal entry & exit darat, laut & udara. Lock & open wilayah. Pak Jokowi belum,” kata Pigai.

Hal senada juga dikatakan Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Hasrul Buamona. Menurut dia, mempidanakan warga yang tidak mau divaksin Covid-19 adalah tidak tepat. 

Diketahui, Wamenkumham merujuk pada Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Hasrul mengatakan, Wamenkumham keliru bilamana Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 yang dijadikan dasar hukum untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin, walaupun norma pidana dalam hal ini bersifat ultimum remedium.

Dalam Pasal 93 berbunyi "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)," ungkap dia.

Hasrul menyampaikan, apabila kembali melihat defenisi kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 2018 adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Dari defenisi ini sebenarnya lebih cenderung kepada pengaturan aktivitas sosial masyarakat yang mana hal ini kemudian terbagi dalam beberapa bentuk karantina yaitu Karantina Wilayah, Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit dan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Perlu diketahui kekaratinaan kesehatan lebih pada suatu kebijakan untuk pembatasan kegiatan dan pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular. Sehingga, secara hukum Pasal 93 UU No.6 Tahun 2018 tidak tepat digunakan untuk mempidanakan setiap orang yang tidak ingin di vaksin Covid-19 sebagaimana dijelaskan diatas.

Terkait Pasal 93 diatas, Hasrul ingin mengingatkan bahwa terdapat asas hukum lex scripta, lex certa dan lex stricta. Yang mana asas-asas hukum ini mengatur bahwa hukum pidana harus tertulis, jelas, tegas dan tidak bisa dianalogi.

Apabila Wamenkumham ingin terapkan sanksi pidana walaupun sebagai ultimum remedium. Menurutnya, dia dapat menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU.4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular yang berbunyi.

“Barang siapa dengan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta," ucap dia,.

Sebelumnya, Edward mengatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

"Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Edward dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI.

Ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi, ucap dia diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Sementara itu, pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

"Jadi ketika kita menyatakan bahwa vaksin ini adalah suatu kewajiban maka secara mutatis mutandis jika ada warga negara yang tidak mau divaksin maka bisa dikenakan sanksi, bisa berupa denda, bisa berupa penjara, bisa juga kedua-duanya," ujar Edward.