BPOM soal Vaksin COVID-19: Manfaat Lebih Besar dibanding Risiko

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Penny K Lukito.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengapresiasi sinergi kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah dalam persiapan pengadaan vaksin serta pelaksanaan vaksinasi dengan menggunakan vaksin COVID-19 yang aman, berkhasiat, dan bermutu bagi masyarakat Indonesia.

"Badan POM mendukung arahan Bapak Presiden RI agar Badan POM dapat independen, profesional, dan transparan serta menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian EUA (emergency use authorization atau izin darurat penggunaan)," kata Kepala BPOM Penny K Lukito pada Jumat, 8 Januari 2021.

Menurut dia, kasus penyebaran COVID-19 makin meningkat dengan jumlah kematian yang tinggi, sehingga program vaksinasi perlu segera dilakukan, dengan didukung data saintifik dan klinis.

"Hal ini untuk keyakinan bahwa manfaat lebih besar dibandingkan risiko jika program vaksinasi tidak dilaksanakan," ujarnya.

Baca: Bio Farma: RI Sudah Mengamankan 329,5 Juta Dosis Vaksin COVID-19

Ia menjelaskan, pemberian izin penggunaan vaksin oleh otoritas obat pada masa pandemi COVID-19 dapat diberikan dalam bentuk Emergency Use Authorization. Obat dan vaksin yang diberikan EUA harus telah didukung bukti keamanan, khasiat, dan mutu yang memadai.

Setelah pemberian EUA, harus tetap dilakukan pemantauan secara ketat terhadap khasiat dan keamanan dalam jangka panjang.

Badan POM, katanya, menerapkan standar dan persyaratan pemberian EUA untuk vaksin COVID-19 mengacu pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serta merujuk pada US Food and Drug Administration/US-FDA, dan European Medicines Agency/EMA.

"Syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinik fase I dan uji klinik fase II secara lengkap, serta data analisis interim uji klinik fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan vaksin," katanya.

Aspek keamanan vaksin dapat diperoleh dari data uji praklinik pada hewan dan uji klinik fase I pada manusia. Jika telah dinyatakan aman, dapat dilanjutkan ke uji klinik fase II dan III. Data keamanan dipantau sampai enam bulan setelah penyuntikan vaksin.

Efek samping yang timbul pada orang yang disuntik vaksin pasti dicatat dan dihitung jumlah kejadiannya. "Jika ada efek samping serius yang dilaporkan, dilakukan evaluasi untuk menentukan kausalitas (penyebab), sehingga uji klinik dapat diteruskan atau dihentikan," kata Penny.