KPK Mulai Bongkar-bongkar Ruang Kerja Wali Kota Batu

Penyidik KPK membawa sejumlah koper yang ditengarai berisi dokumen-dokumen penting hasil penggeledahan Balai Kota Among Tani, Batu, Jawa Timur, pada Jumat, 8 Januari 2021.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi melanjutkan penggeledahan untuk penyelidikan perkara korupsi penerimaan gratifikasi Pemerintah Kota Batu dalam kurun waktu 2011 hingga 2017 pada Jumat, 8 Januari 2021. Setelah dua hari menggeledah enam kantor dinas, KPK menyasar kantor Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko.

Ruang kerja sang wali kota berada di lantai lima gedung Balai Kota Among Tani. Tampak personel polisi menjaga ketat jalan menuju ruang wali kota. Para wartawan hanya dibolehkan sampai tangga.

Pelaksana Tugas Juri Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penggeledahan lanjutan di hari ketiga untuk pencarian dokumen sebagai bahan pengembangan. KPK menyita beberapa dokumen terkait perizinan tempat wisata dalam penggeledahan sebelumnya.

Baca: Wali Kota Batu Jawab Ketus soal Kantornya Digeledah KPK

"Sama seperti sebelumnya, agenda tetap pencarian dokumen saja sebagai pengembangan. Penyidik akan melakukan penyitaan setelah melakukan analisa terhadap dokumen hasil geledah dimaksud," kata Ali Fikri, Jumat, 8 Januari 2020.

Sejauh ini KPK menggeledah enam kantor dinas, antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Penanggulangan Kebakaran, Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja, dan Dinas Komunikasi dan Informatika.

KPK telah memeriksa dua orang sebagai saksi, antara lain pemilik PT Gunadharma Anugerah, yaitu Moh. Zaini. Dia diperiksa terkait dugaan pemberian sejumlah uang kepada pihak yang terkait perkara ini agar bisa mendapatkan proyek pekerjaan di Pemkot Batu.

Dalam kurun waktu 2011 hingga 2017 posisi wali kota dijabat oleh Eddy Rumpoko, kini dia menjadi tahanan KPK karena menerima suap senilai Rp295 juta dan satu unit mobil Toyota Alphard senilai Rp1,6 miliar dari pengusaha Filipus Djap atas pengadaan mesin meubelair senilai Rp5,26 miliar. Eddy dijatuhi hukuman penjara 5,5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis kasasi Mahkamah Agung pada 2019. (ase)