Habib Rizieq vs PTPN, Mahfud MD: Selesaikan Dulu Status Hukumnya
- Reza Fajri/VIVA.
VIVA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan bahwa terkait polemik kepemilikan lahan antara Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab dan PT Perkebunan Nusantara alias PTPN di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat harus diselesaikan dulu kasus hukumnya. Sehingga lahan yang digunakan untuk pondok Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah itu jelas kepemilikannya.
"Saya mengatakan bahwa masalah hukumnya harus selesaikan dulu, apakah tanah milik negara atau bukan," kata Mahfud dalam akun twitternya yang dikutip Selasa, 29 Desember 2020.
Mahfud mengatakan, kasus hukum harus diselesaikan dengan melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Kementerian BUMN. Jika status kepemilikan tanah tersebit sudah jelas, maka bisa diusulkan untuk Pondok Pesantren.
"Selesaikan dulu hukum kepemilikannya dengan Kementerian Agraria-TR dan BUMN. Jika sudah jelas negara sebagai pemilik, maka kita bisa usul untuk dijadikan ponpes bersama," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Senada dengan Mahfud, pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara Jakarta, Ahmad Redi, mengatakan jalur hukum harus ditempuh.
"Jalur hukum mesti ditempuh karena klaim dua pihak ini mesti diuji atau dinilai kepastian hukumnya oleh pengadilan," ungkapnya.
Dia menjelaskan dalam hukum agraria, siapa yang memiliki bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah, ialah yang berhak atas tanah tersebut. "Silakan bukti-bukti berupa surat tanah misal sertifikat HGU, hak milik, dokumen tertulis lainnya, termasuk saksi-saksi dihadirkan di persidangan pengadilan negeri," kata dia.
Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai mekanisme hukum dapat ditempuh jika upaya mediasi tidak mencapai titik temu. Dia menyarankan melakukan mediasi terlebih dahulu dengan profesional dan proporsional agar tidak menimbulkan kontroversi.
"Masing-masing pihak dapat menggunakan dokumen surat-surat dan saksi-saksi yang menunjukkan bahwa memiliki alas hak atas tanah tersebut. Bukti tersebut dapat dijadikan dasar untuk menilai pihak yang paling berhak atas tanah tersebut," katanya dihubungi terpisah.
Seperti diketahui, Sempat beredar surat dari PT Perkebunan Nusantara VIII atau PTPN VIII yang meminta Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, supaya dikosongkan. Surat perihal somasi pertama dan terakhir tersebut berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020.
Dijelaskan surat itu, Pesantren Agrokultural yang diketahui jadi salah satu Markas Front Pembela Islam, pendiriannya pada 2013 tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII. Artinya, pendiriannya memiliki status ilegal.
Karena disebut termasuk tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak dan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal itu salah satunya diatur dalam pasal 385 KUHP, Perppu No 51 Tahun 2960 dan pasal 480 KUHP. (ren)