Terungkap 4 Kali Penyerahan Uang dari Djoko Tjandra ke Pengacara

Anita Kolopaking sebagai pengacara Djoko Tjandra jadi tersangka kasus pemalsuan surat untuk kliennya. (Foto dokumentasi)
Sumber :
  • Dok. tvOne

VIVA – Terpidana Djoko Tjandra diungkapkan sudah empat kali memberikan sejumlah uang kepada Anita Kolopaking. Hal itu disampaikan sekretaris pribadi Djoko, Nurmawan Fransisca dalam persidangan kasus penghapusan red notice dengan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 30 November 2020.

Karyawan di PT Mulia Grup itu mengingat, uang kepada Anita diserahkan di bulan Mei dan Juni 2020. Pertama, 50 ribu dolar AS, Kedua, sebesar 33 ribu dolar AS. Ketiga, sebesar Rp378 juta, dan keempat, sebesar Rp117 juta. Jika ditotal dalam bentuk rupiah, maka Anita menerima uang dari Djoko sekira Rp1,6 miliar.

Serupa sistem penyerahan pada Tommy Sumardi, Fransisca memberi uang pada Anita Kolopaking melalui koleganya bernama Nurdin, yang juga karyawan Djoko Tjandra di PT Mulia Grup.

"Pertama (pemberian uang) 50 ribu dolar AS, 33 ribu dolar AS, lalu ada rupiah, Rp378 juta, terakhir Rp117,800 juta. Sama seperti biasa, saya kasih ke Nurdin," kata Fransisca.

Kendati begitu, Fransisca mengaku tidak mengetahui tujuan pemberian uang dari Djoko kepada Anita. Dia berdalih baru tahu jika uang tersebut digunakan sebagai upaya hukum bosnya dari pemberitaan media massa.

"Tidak, saya juga tidak tahu beliau siapa. Tapi baru tahu pas kasus ini terbuka kalau Beliau lawyer bapak," ujarnya.

Fransisca juga bercerita soal alur penyerahan uang kepada terdakwa Tommy Sumardi. Total, lima kali dia menyerahkan uang dengan pecahan dollar AS dan dolar Singapura melalui Nurdin.

Pada tanggal 27 April 2020, Fransisca mendapat mandat dari Djoko Tjandra untuk menyiapkan uang 100 ribu dolar AS. Melalui sambungan telepon, Djoko meminta agar uang tersebut diserahkan pada Nurdin.

"Saat itu, pak Djoko minta siapkan dana untuk kasih ke Nurdin. Pak Djoko juga sebut nama Pak Tommy," kata Fransisca.

Besok harinya, 28 April 2020, Fransisca kembali dihubungi Djoko saat hendak menuju kantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Kepada Fransisca, Djoko mengutus agar berpindah tujuan menuju hotel Mulia Senayan untuk bertemu Tommy.

Di lokasi tersebut, Fransisca menyerahkan uang senilai 200 dolar Singapura. Uang itu diberikan kepada Tommy di sebuah ruangan rapat di bagian Bisnis Centre.

"Saya ketemu di lobi Hotel Mulia, karena bentuknya uang, saya ajak ke Bisnis Centre. Saya ajak ke ruang meeting. Uang berada dalam amplop terus saya kasih ke pak Tommy," ujarnya.

Fransisca mengaku sempat meminjam komputer di Bisnis Center untuk membuat tanda terima. Tak hanya itu, dia juga menyebut jika Tommy sempat menghitung uang tersebut.

"Dalam pertemuan, dia bilang, 'Sisca, saya Tommy'. Saya bilang, 'Ada titipan dari bapak (Djoko Tjandra)'. Lalu, lalu Pak Tommy hitung," ujar Fransisca.

Fransisca melanjutkan, ia kembali diperintah oleh Djoko untuk menyerahkan uang kepada Tommy pada tanggal 29 April 2020. Sistem penyerahannya sama, ia kembali mengambil uang sebesar 100 ribu dolar AS yang tersimpan di brankas dan langsung memberikannya pada Nurdin.

Kemudian pada 12 Mei 2020, Djoko kembali meminta Fransisca untuk menyerahkan uang sebesar 100 ribu dolar AS. Selanjutnya, pada 22 Mei 2020, ia kembali diperintahkan menyerahkan uang sebesar 50 ribu dolar AS.

Uang tersebut diserahkan melalui sosok Nurdin untuk selanjurnya dikirim ke Tommy. Seluruh tanda terima penyerahan uang tersebut diketik oleh Fransisca untuk kemudian dikirim kepada Djoko melalui surel.

Pada perkara ini, Jaksa penuntut umum mendakwa mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra lewat perantara Tommy Sumardi.

Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari red notice. Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Adapun, Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS.

Jaksa menyebutkan pada April 2020 Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon untuk menyampaikan maksud agar dapat masuk ke wilayah Indonesia.

Dia ingin mengurus upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas kasus hak tagih Bank Bali di mana dirinya berstatus terpidana dan buron. (ren)