Aktivitas Kegempaan di Gunung Merapi Konsisten Meningkat

Gunung Merapi diamati dari Desa Balerante, Klaten, Jawa Tengah, pada Kamis, 19 November 2020.
Sumber :
  • VIVA/Fajar Sodiq

VIVA - Pemantauan terhadap aktivitas vulkanik di Gunung Merapi terus dilakukan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.

BPPTKG Yogyakarta merilis laporan pemantauan Gunung Merapi pada periode 20 hingga 26 November 2020. Dari data yang dirilis oleh BPPTKG Yogyakarta, diketahui bahwa intensitas kegempaan pada periode ini lebih tinggi dibandingkan pekan lalu.

"Dalam minggu ini, kegempaan Gunung Merapi tercatat 277 kali gempa vulkanik dangkal (VTB), 2.464 kali gempa Fase Banyak (MP), 4 kali gempa low frekuensi (LF), 340 kali gempa guguran (RF), 541 kali gempa embusan (DG) dan 9 kali gempa tektonik (TT). Intensitas kegempaan pada minggu ini lebih tinggi dibanding minggu lalu," ujar Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida, Jumat, 27 November 2020.

Baca juga: Selama Sepekan, Aktivitas Kegempaan Gunung Merapi Meningkat

Sementara itu, berdasarkan data BPPTKG periode 13 sampai 19 November 2020, Gunung Merapi tercatat mengalami 262 kali gempa Vulkanik Dangkal (VTB), 1.939 kali gempa Fase Banyak (MP), 7 kali gempa low frekuensi (LF), 441 kali gempa guguran (RF), 352 kali gempa embusan (DG) dan 8 kali gempa tektonik (TT).

Untuk periode 6 hingga 12 November 2020, BPPTKG Yogyakarta merilis fakta bahwa Gunung Merapi mengalami 244 kali gempa vulkanik dangkal (VTB), 2.189 gempa fase banyak (MP), 9 kali gempa low frekuensi (LF), 385 kali gempa guguran (RF), 403 kali gempa embusan (DG), dan 6 kali gempa tektonik (TT).

Hanik menjabarkan, pada periode 20 hingga 26 November 2020, terjadi guguran sejauh 1.000 meter di Gunung Merapi. Guguran ini terjadi pada 22 November 2020 pukul 06.48 WIB dan mengarah ke Hulu Kali Lamat. Guguran ini, sambung Hanik, teramati dari Pos Pemantauan Babadan, Jawa Tengah.

Dia menambahkan bahwa terjadi pula perubahan morfologi area puncak Gunung Merapi. Kondisi ini ditandai dengan runtuhnya sebagian kubah lava Gunung Merapi di era erupsi tahun 1954.

"Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental maka disimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi sehingga statusnya ditetapkan pada tingkat aktivitas Siaga," kata Hanik.

"Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dan awan panas sejauh maksimal 5 kilometer," lanjut Hanik.