Maqdir Klaim Saksi KPK Tak Bisa Buktikan Keterlibatan Nurhadi
- VIVAnews/Anwar Sadat
VIVA – Penasihat Hukum mantan sekretaris MA, Nurhadi, dan menantunya Rezky Herbiono, Maqdir Ismail menyatakan saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa KPK dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat 20 November 2020, tidak dapat membuktikan keterlibatan kliennya seperti yang didakwakan.
“Jaksa KPK menghadirkan saksi-saksi bernama Onggang JN, Azhar Umar, dan Genta Arief Gunadi yang dalam kesaksian mereka di hadapan majelis hakim ternyata sama sekali tak mengenal Nurhadi dan Rezky Herbiyono. Lebih lagi, para saksi tersebut ternyata tak mengetahui hubungan antara Pak Nurhadi dan Rezky Herbiyono dengan Hiendra Soenjoto yang didakwa sebagai penyuap,” kata Maqdir kepada awak media, Sabtu, 21 November 2020.
Maqdir menambahkan, bahkan para saksi mengaku tidak pernah mendengar adanya pengurusan perkara yang dilakukan Nurhadi dan Rezky Herbiyono untuk kepentingan Hiendra Soenjoto sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa KPK.
“Menurut hemat kami, para saksi yang dihadirkan Jaksa KPK pada persidangan hari ini tidak dapat membuktikan ada peran Pak Nurhadi maupun Rezky Herbiyono dalam pengurusan perkara dari tingkat PN Jakarta Utara sampai dengan MA sebagaimana yang didakwakan Jaksa KPK,” kata Maqdir.
Saksi Onggang, lanjutnya, yang menjabat sebagai Legal Adviser di PT MIT menerangkan dalam sidang bahwa penunjukan Rahmat Santoso sebagai kuasa hukum perkara PT MIT di tingkat PK karena kualitas dan profesionalitas, bukan karena ada hubungan sebagai adik ipar dari Pak Nurhadi. Bahkan, saksi Onggan baru mengetahui Rahmat Santoso dan Nurhadi memiliki hubungan keluarga saat kasus ini diperiksa oleh KPK.
“Seluruh perkara baik gugatan pertama (PMH) yang berkaitan dengan Hiendra Soenjoto, yakni dalam perkara PK pada tahun 2014-2015 yang diduga ada keterlibatan Pak Nurhadi itu senyatanya kalah. Demikian juga mengenai gugatan kedua (wanprestasi), juga kalah dari mulai tingkat pertama hingga kasasi yang diputus pada tahun 2017,” ujar Maqdir.
Selain itu, Maqdir menuturkan, mengenai permintaan Heindra agar ditangguhkan eksekusi PN Jakarta Utara yang didasarkan pada adanya upaya hukum PK dan gugatan baru mengenai wanprestasi terhadap PT KBN (persero), ternyata juga tidak bisa ditangguhkan.
“Eksekusi terhadap obyek sengketa yang dimohon PT MIT agar ditangguhkan, nyata-nyata telah dieksekusi pada 20 Desember 2016, padahal putusan kasasi yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan kedua tersebut baru diputus pada 14 Desember 2017,” ujarnya.
Faktanya, Maqdir menyebutkan, keterangan saksi Genta menyatakan PT KBN yang menjadi lawan PT MIT dalam perkara itu, justru sudah mendapatkan pembayaran sebesar lebih kurang Rp 6 miliar atas kewajiban PT MIT ketika dinyatakan pailit pada 2017.
Baca juga: Calon Kapolri hingga TNI Didirikan Ulama