3 Orang Jadi Tersangka Penjual Senjata Api ke KKB, Satunya Polisi

Rilis pers perkara penembakan Pdt Yeremia Zanambani dan kasus peredaran senjata
Sumber :
  • VIVA/Aman Hasibuan

VIVA – Polda Papua menetapkan tiga tersangka kasus jual beli senjata api di Kabupaten Nabire, Papua. Senjata tersebut diindikasikan dijual oknum anggota Polri pada kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau organisasi papua merdeka (OPM).

Penyeludupan senjata api dari pulau Jawa ke Nabire itu dilakukan menggunakan pesawat udara pada tanggal 22 Oktober 2020. Masing-masing senjata api jenis M 4 dan M 16 dan laras pendek jenis Glock. Ketiga tersangka inisial MJH, FAS dan DC.

Hal itu disampaikan Kapolda Papua,  Irjen Pol Paulus Waterpauw didampingi Pangdam XVII/Cenderawasih,  Mayjen TNI Herman Asaribab kepada wartawan saat acara press release tentang penanganan perkara penembakan Alm Pdt. Yeremia Zanambani, STh di Kabupaten Intan Jaya dan penangkapan pelaku pengedaran senjata api dan amunisi di Kabupaten  Nabire  di aula Rasta Samara, Markas Polda Papua, Jayapura pada Senin, 2 November 2020.

Paulus menyebutkan, senjata api ini diselundupkan dan diperjualbelikan sejak tahun 2017 hingga 2020 dengan total jumlah sebanyak tujuh pucuk senjata api yang telah beredar di wilayah Intan Jaya dan Timika.

“Dari tiga tersangka berinisial  MJH adalah oknum anggota Polri di Jakarta dengan pangkat Bripka dan FAS adalah seorang wiraswasta serta mantan anggota TNI AD yang bermukim di Sulawesi Barat. Sedangkan DC adalah warga yang berdomisili di Nabire,” kata Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw.

Ia menjelaskan, kasus jual beli senjata ini terungkap setelah Tim Gabungan Polri dan TNI menggagalkan penjualan dua pucuk senjata api jenis M 4 dan M 16 di Nabire pada 22 Oktober 2020. Dua pelaku ini yang diamankan adalah MJH dan DC.

Selain itu, kata Paulus, tim juga menemukan satu pucuk senjata api laras pendek jenis Glock yang dimiliki tersangka berinisial DC pada 22 Oktober 2020 lalu.

“MJH berperan membawa senjata dari Jakarta ke Nabire,  sedangkan FAS bertugas mencari serta menyediakan senjata.  Dan tersangka  DC bertugas mengambil senjata dari MJH di Nabire,” kata Paulus Waterpauw.

Kemudian lanjut dia, MJH telah mendapatkan beberapa kali bayaran dari tugasnya membawa tujuh pucuk senjata ini.  “Kalau di total MJH sudah menerima uang dari hasil jual beli senjata api ini sekitar Rp 155 juta. Nilai jual senjata yang dibawa ke Nabire ini sangat mahal. Misalnya harga jual senjata M4 dan M16 di Papua bisa mencapai Rp300 juta hingga Rp350 juta,” kata dia.

Hingga saat ini polisi masih terus menyelidiki peredaran tujuh pucuk senjata tersebut ini di wilayah Papua. Apalagi saat ini  aksi kekerasan yang dilakukan  Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Intan Jaya terus terjadi, sejak karena adanya jual beli senjata api atau penyelundupan amunisi ke Nabire.

Dalam kasus ini, MJH membawa M-16 dan M4 dari Jakarta lalu transit di Makassar, Timika dan Nabire. MJH ini ditangkap petugas di Nabire pada 21 Oktober 2020.

“Pengakuan MJH, sudah 7 kali memperdagangkan senpi di Papua. MJH mengaku menerima ongkos bawa senjata api ke Papua, mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 30 juta,” ujarnya.

Atas kasus jual beli senjata di Nabire, Kepolisian setempat menetapkan ketiga tersangka dijerat dengan pasal 1 ayat 1 UU Darurat 12/1951 juncto pasal 55 KUH Pidana.