Jaksa Agung Ungkap Perlunya Revisi UU Kejaksaan
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin mengungkap alasan perlunya dilakukan revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Revisi ini sempat menuai pro dan kontra. Revisi sendiri merupakan inisiatif usulan dari Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR).
Menurut dia, membedah draft RUU Kejaksaan harus dilihat secara utuh, holistik dan komprehensif terhadap tugas serta wewenang jaksa yang tidak hanya sekadar tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saja. Melainkan, tercantum juga di berbagai aturan-aturan hukum dan asas hukum yang lain baik berlaku secara nasional maupun internasional.
"KUHAP hanya sebagian kecil dari sejumlah kewenangan yang dimiliki bagi jaksa. Terlalu sempit pandangan jika melihat RUU Kejaksaan hanya dari sudut pandang KUHAP. Dinamika hukum masyarakat dan perkembangan teknologi juga turut andil melatarbelakangi urgensi perlu dilakukan perubahan atas UU Kejaksaan," kata Burhanuddin saat diskusi webinar, Selasa, 27 Oktober 2020.
Baca juga: Jaksa Agung : Revisi UU Kejaksaan Inisiatif Baleg DPR
Tercatat, kata dia, ada berbagai judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji validasi Undang-undang Kejaksaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945. Dengan dinamika tersebut, sudah seharusnya diakomodasi dan ditindaklanjuti dalam perubahan UU Kejaksaan. "Setidak-tidaknya ada enam urgensi yang dilakukan perubahan UU Kejaksaan," ujarnya.
Pertama, Burhanuddin mengatakan dinamika yang berkembang di masyarakat dan kedudukan hukum di masyarakat. Kedua, adanya berbagai judicial review ke MK atas UU Kejaksaan. Ketiga, perkembangan hukum dan hukum nasional, hukum internasional serta doktrin yang terbaru.
"Keempat, penerapan asas-asas hukum dan filosofis hukum. Kelima, konvensi yang berlaku dan diakui secara universal. Keenam, perkembangan teknologi dan informasi," ujar jaksa agung.