Polri Klaim Punya Bukti Cukup Jadikan Aktivis KAMI Tersangka
- Istimewa
VIVA - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono, mengatakan penyidik Bareskrim Polri sudah punya bukti yang cukup sehingga menetapkan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai tersangka kasus penyebaran informasi berbau hoax dan SARA melalui elektronik.
Deklarator KAMI Jumhur Hidayat dan Anton Permana serta Sekretaris Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan ditangkap dan dijadikan sebagai tersangka karena cuitannya yang dianggap memprovokasi, menghasut dan menyebarkan informasi hoax serta berbau SARA. Makanya, mereka disangkakan melanggar UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).
"Beberapa tersangka yang ditangkap, pendemo yang ditangkap dan dijadikan tersangka itu menyampaikan bahwasanya mereka terpengaruh gara-gara hoax, media sosial, ajakan-ajakan demo," kata Awi di Mabes Polri pada Jumat, 16 Oktober 2020.
Baca juga: Polisi Jawab Kritik Perlakuan Beda pada Aktivis KAMI dan Napoleon
Menurut dia, penyidik telah membuat konstruksi hukum untuk membuktikan perbuatan yang dilanggar oleh para tersangka. Minimal, kata dia, penyidik harus mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status seseorang menjadi tersangka.
"Kalau penyidik itu sudah menahan seseorang, mentersangkakan seseorang, itu sudah tidak ada keragu-raguan lagi. Minimal dua alat bukti yang cukup, bukti permulaan yang cukup sudah berani dengan melakukan penahanan. Salah satu alat bukti itu minta keterangan saksi termasuk saksi ahli," ujarnya.
Sejumlah anggota hingga pentolan KAMI diamankan Polri terkait kerusuhan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di Jakarta dan Medan, Sumatera Utara. Di antaranya Khairi Amri, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat (JH), Anton Permana (AP), Juliana (JG), Novita Zahara (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP), Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi.
Sejumlah tokoh pun menyoroti perlakuan Polri yang memborgol tangan aktivis KAMI yang ditangkap, yakni Syahganda, Jumhur dan Anton Permana. Salah satunya, mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli yang menyindir aparat penegak hukum bertindak norak lantaran memborgol tangan aktivis.
"Ketika pemerintahan Gus Dur, Menko RR dan Menko @SBYudhoyono memisahkan Polri dari TNI, kami membayangkan Polri akan dicintai karena jadi pengayom rakyat. Hari-hari ini kami tidak menyangka Polri jadi multi-fungsi. Too much, pakai borgol-borgol aktivis segala. Norak ah," kata Rizal Ramli dikutip dari akunnya di Twitter. (ren)