Fadli Zon Bandingkan Penahanan Aktivis KAMI dengan Sukarno dan Hatta
- VIVA/Eduwar Ambarita
VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyesalkan perlakuan polisi terhadap para aktivis KAMI yang ditangkap. Menurutnya, perlakuan polisi lebih buruk dibanding zaman kolonial.
“Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan dan manusiawi memperlakukan tahanan politik,” tulis Fadli di akun Twitter @fadlizon yang dikutip VIVA, Jumat, 16 Oktober 2020.
Anggota Komisi I DPR RI ini mencontohkan saat penjajah Belanda menangkap para tokoh kemerdekaan saat itu. “Lihat Bung Karno di Ende, Bung Hatta dan Syahrir memang lebih berat di Digul. Di Bandanaira lebih longgar. Mereka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan,” katanya.
Baca: Cuitan Para Aktivis KAMI yang Dipermasalahkan Polisi
Alia Febiyani, istri Jumhur Hidayat, aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang ditangkap polisi pada 13 Oktober 2020, sebelumnya meluapkan kekesalannya kepada Polri yang mendatangi kediamannya dan membawa paksa suaminya.
Menurut Alia, sekitar 30 anggota polisi berpakaian preman tiba-tiba masuk ke dalam rumah Selasa pagi, bahkan sampai masuk ke dalam kamar.
"Rumah kan tempat keluarga, ada anak-anak, tapi mereka memaksa masuk begitu saja. Bahkan enggak mau menunggu, padahal saya bilang saya sedang mau pakai jilbab dulu," kata Alia dalam sebuah wawancara dengan ABC Australia dikutip VIVA, Kamis, 15 Oktober 2020.
Alia mengaku sangat kesal dengan perlakuan aparat penegak hukum yang sewenang-wenang masuk ke dalam rumahnya. Apalagi di masa pandemi seperti ini, mereka tidak mematuhi aturan protokol kesehatan saat masuk ke dalam rumahnya.
"Sempet saya tegur, 'Kalian semua masuk-masuk kamar orang begini sudah pada di-swab belum? Lagi pandemi begini’,” ujar Ibu empat orang anak ini.
Bahkan, pada saat menjemput suaminya dari rumah Selasa pagi, lanjut Alia, polisi tidak memperlihatkan atau memberikan surat penangkapan. Surat baru diberikan di Bareskrim sore harinya. Ia pun mempertanyakan prosedur dan menganggap proses penjemputan suaminya yang berlebihan.
"Kalau ngomong baik-baik bilang mau jemput juga berangkat kok, enggak perlu datengin sampai 30 orang gitu kali, … ini kaya mau nangkep teroris saja," jawabnya kepada ABC Australia dengan nada kesal.
Selain membawa suaminya, polisi juga menggeledah rumahnya dan membawa delapan gadget, berupa handphone, laptop, komputer tablet dan motherboard komputer.
Kini, Alia dan keempat anaknya masih menunggu kapan pastinya Jumhur akan kembali ke rumah. Dengan statusnya sebagai tersangka, polisi mengatakan bahwa Jumhur Hidayat bersama sejumlah rekannya di KAMI ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
"Tapi selama saya tahu suami saya ada di mana dan bagaimana dia diperlakukan, saya sudah tenang. Mungkin hanya sedikit khawatir karena Akang (panggilan Jumhur) sedang masa pemulihan setelah operasi pengangkatan batu empedu, baru pulang ke rumah hari Minggu malam," katanya. (ase)