HUT TNI ke-75: Apakah Siap Melakukan Lompatan Teknologi Militer?

Pesawat Sukhoi TNI AU dilibatkan dalam Latihan Puncak Komando Operasi Angkatan Udara II Sikatan Daya 2020, di AWR Pandanwangi Lumajang, Jawa Timur, Selasa (29/09).-ANTARA FOTO/DISPEN TNI AU
Sumber :
  • bbc

Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Pertahanan untuk mengalihkan kebijakan dari belanja pertahanan ke investasi pertahanan untuk menguasai lompatan teknologi terkini dalam bidang tersebut. Pesan itu disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan sambutan hari ulang tahun TNI, Senin (06/10), di Istana Negara, Jakarta.

Namun seorang pengamat militer mengatakan permintaan itu mungkin sulit diwujudkan.

Alasannya, posisi Indonesia hingga kini belum berada dalam tahap pengembangan teknologi maju untuk mempersiapkan perbaharuan alat utama sistem senjata pertahanan - yang diperkirakan usang dalam beberapa tahun mendatang.

Alih-alih mengembangkan teknologi untuk menghadapi era baru pertahanan, Indonesia justru berkeinginan membeli senjata bekas sehingga sulit bagi Kementerian Pertahanan untuk melakukan lompatan teknologi, kata ahli pertahanan Kusnanto Anggoro.

Hal itu ditekankan Kusnanto menanggapi permintaan Presiden Joko Widodo agar Kementerian Pertahanan menekankan investasi pertahanan untuk mengikuti perkembangan teknologi.

Menurut Kusnanto, masa penggunaan suatu teknologi senjata biasanya berkisar antara 20 hingga 30 tahun.

Menurutnya, sebuah penelitan menunjukkan teknologi pertahanan yang masih akan digunakan hingga tahun 2045 adalah penekanan pada big data, atau mahadata.

Selain itu, tambah Kusnanto, teknologi pertahanan akan menekankan pada kecerdasan buatan dan sistem surveilans, serta bukan pada bidang platform, misalnya kerangka pesawat tempur.

Kusnanto menganggap, Indonesia belum mengembangkan teknologi-teknologi tersebut.

"Katakanlah pesawat udara, kita sekarang misalnya tahu pesawat yang paling modern seperti F-35, atau F-22 Raptor, atau Sukhoi SU-35, dan seterusnya, anggap itu sebagai senjata modern saat ini dari generasi ke-5.

"Pada tahun 2045, teknologi-teknologi yang mereka pakai sudah usang. Dan pada saat itu, tidak akan terjadi lagi perubahan teknologi yang secara dramatis mengubah platform," kata Kusnanto kepada BBC News Indonesia, Senin (05/10).

"Kalaupun terjadi, teknologi yang akan mengubah kekuatan tempur udara misalnya, bukanlah pesawatnya, tapi adalah peralatan computer system, surveillance system, radar, dan sebagainya.

"Dan apakah itu dikembangkan di Indonesia? Jawabannya adalah: belum.

"Nah, apakah itu sudah ada komitmen untuk dikembangkan? Kita tidak tahu. Yang saya dengar, dalam beberapa bulan terakhir adalah keinginan untuk membeli senjata bekas justru," tambahnya.

Apa yang dikatakan Presiden Joko Widodo saat HUT TNI?

"Untuk menguasai lompatan teknologi militer terkini, kita harus bersungguh-sungguh untuk mengubah kebijakan kita, dari kebijakan belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan.

"Kebijakan investasi pertahanan itu berpikir jangka panjang yang dirancang sistematis dan dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan," ujar Presiden Jokowi, Senin (05/10), dalam pidato sambutan HUT TNI di Istana Negara.

"Hanya melalui investasi pertahanan jangka panjang yang terencana, TNI akan mampu menjadi kekuatan perang modern yang mengikuti perkembangan teknologi termaju," tambahnya.

Apa tanggapan Kementerian Pertahanan?

Kepada BBC Indonesia, Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pihaknya akan fokus mengembangkan industri pertahanan dalam negeri untuk memajukan teknologi pertahanan, walau masih dirancang.

"Ancaman masa depan itu kan terus selalu berkembang. Sehingga kita tentu, pertama kan kita begini, kita ini tidak ada niat untuk intervensi kepada pihak lain tetapi kita harus tetap menjaga kedaulatan kita.

"Nah, kedaulatan kita itu dijaga sesuai dengan pergerakan teknologi ke depan. Sehingga itu yang sedang kita rancang dan pikirkan untuk itu," ujar Sakti via telpon, Senin (05/10).

"Sedapat mungkin kita lompat ke lompatan yang lebih advanced, untuk tidak mengikuti dari program yang awal.

"Jadi misalnya, apakah masa depan itu masih dengan katakan misalnya full contact. Ataukah masa depan itu mungkin tidak lagi full contact," tambahnya.

"Itu semua masih dalam kajian dan itu adalah salah satu yang kita akan programkan untuk ada kemandirian di dalam pembangunan pertahanan kita.

"Yang pertama adalah industri dalam negeri kita genjot. Jadi kalau kita mencari pendanaan dari luar tentu orientasinya adalah kepada industri dalam negeri, dan melalui research di dalam negeri."

Kementerian Pertahanan adalah salah satu kementerian dengan anggaran tertinggi, yakni mencapai Rp117,9 triliun pada tahun 2020.

Sementara, anggaran dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2021 kementerian tersebut diajukan menerima hingga Rp 136,9 triliun.

Angka itu meningkat 18,76% dari belanja Kemenhan pada tahun anggaran 2019 yang mencapai Rp 115,35 triliun.