DPR Minta Pemerintah Gratiskan Swab Test untuk Rakyat Kurang Mampu
- Pixabay/HVesna
VIVA – Dalam Rapat Kerja antara Komisi VI DPR dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang farmasi, anggota Komisi VI DPR RI, Marwan Jafar, merespons mengenai penetapan batas atas harga swab test COVID-19, yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut dia, harga Rp900 ribu yang ditetapkan masih sangat mahal.
Dia menegaskan agar rapid test, swab test, dan vaksin COVID-19 digratiskan, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu.
"Sejak awal saya mengatakan berkali-kali, rapid test, swab test, vaksin COVID-19 digratiskan bagi masyarakat kurang mampu sebagai bukti negara hadir dan amanat konstitusi," kata Marwan saat rapat dengan direktur utama PT Bio Farma, direktur utama PT Kimia Farma Tbk, direktur utama PT lndofarma Tbk, dan direktur utama PT Phapros Tbk, di Gedung DPR, Jakarta, Senin 5 Oktober 2020.
Masyarakat kurang mampu, kata Marwan, perlu diberikan rapid test, swab test, dan vaksin secara gratis. Karena penurunan harga, penetapan batas tinggi harga swab test tak berdampak banyak bagi warga.
"Penurunan harga swab Rp900 ribu itu belum signifikan dan itu masih tinggi," kata Marwan.
Baca juga: Total Sudah 232.593 Pasien COVID-19 Sembuh di Indonesia
Politikus PKB itu berharap, pemerintah tidak memakai data BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk mendapat gratis swab test, rapid test, dan vaksin gratis. Dia mengatakan, dana Kemenkes yang belum terserap juga dapat dialihkan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu.
Selain itu, kata Marwan, dana tersebut bisa dipakai untuk menyubsidi mobil laboratorium untuk menyalurkan obat-obatan kepada masyarakat di sejumlah daerah. Apalagi, menjelang pelaksanaan pilkada serentak 2020.
"Dan juga menyubsidi mobil lab kita, supaya masyarakat ke daerah-daerah bisa dengan cepat mendapat bantuan obat-obatan. Supaya lebih cepat memberikan pelayanan masyarakat kita di daerah, termasuk jelang pilkada," ujarnya.
Dalam rapat Komisi VI itu, Marwan juga meminta agar vaksin yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan segregasi etnik masyarakat Indonesia. Menurutnya, hal itu dapat dilakukan bekerja sama dengan perusahaan farmasi luar yang memiliki uji klinis
"Soal vaksin platformnya harus cocok dengan masyarakat Indonesia, dengan kondisi tubuh masyarakat Indonesia, sesuai dengan milio masyarakat Indonesia, cocok dengan segregasi etnik masyarakat Indonesia," ujar Marwan.
Ia juga meminta, agar Indonesia mengurangi impor bahan baku obat-obatan dari luar negeri. Mengingat, impor bahan baku obat-obatan justru membuat harga meningkat.
"Bagaimana kita mulai mengurangi impor bahan baku obat-obatan kita. Alam kita ini kan kaya raya, kenapa kita tidak menggunakan kekayaan kita. Ini momentum, saatnya kita harus mengupayakan dan memaksimalkan bahan baku dari dalam negeri dengan riset yang kredibel," tutur Marwan. (art)