DPR Kritik Jokowi: Kemarin PSBB RT/RW, Sekarang Lockdown Mini
VIVA – Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai kebijakan baru Presiden Joko Widodo yang disebut lockdown mini dalam penanganan COVID-19 harus dijelaskan secara rinci pengertian dan mekanismenya. Menteri atau tim pakar di lingkungan Istana yang mengusulkan ide lockdown mini harus memberikan penjelasan seperti apa penerapannya.
"Saya merasa yang perlu menjelaskannya itu bukan Presiden, tetapi justru mereka yang menjadi penasihat Presiden terkait hal ini. Jadi siapa pun penasihatnya atau ahlinya yang menyarankan ini, itu perlu menjelaskan kepada kita apa yang dimaksud dengan mini lockdown itu," kata Saleh kepada VIVA, Selasa, 29 September 2020.
Saleh berharap Presiden selain memberikan instruksi penerapan lockdown mini, juga harus menyiapkan aparatur penegakan kebijakannya. Setelah definisi mengenai lockdown mini dijelaskan, langkah selanjutnya adalah pendisiplinan.
Baca: COVID-19 Renggut Nyawa 127 Dokter, 9 Dokter Gigi dan 92 Perawat
"Nah, pendisiplinannya ini harus sampai ke RT/RW sebagaimana yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi. Dalam konteks itulah maka aparaturnya itu mulai dari Satpol PP, Polisi, TNI mungkin itu harus juga dilibatkan," ujarnya.
Jika lockdown mini mau diterapkan, harus ada pemetaan yang jelas wilayah mana saja yang akan diberlakukan. Pemerintah Satgas COVID-19 dapat menentukan wilayah mana saja berdasarkan data yang dimiliki zona mana saja yang paling parah terpapar COVID-19.
Selanjutnya, penerapan lockdown mini dapat dilakukan secara konsisten. Sebab kebijakan yang seringkali berubah dapat membuat masyarakat bingung dan penerapannya tidak berjalan efektif.
"Kemarin Presiden mengatakan ini PSBB berskala RT/RW, sekarang sudah berubah istilah menjadi lockdown mini. Jadi pergantian istilah dari PSBB berskala RT/RW menjadi lockdown mini itu sebetulnya adalah dua hal yang, menurut saya, berbeda meskipun tujuannya sama," kata Saleh.
Jika terus berubah dalam mengambil kebijakan, pemerintah dianggap tak memiliki cara yang baik untuk mengendalikan COVID-19. "Kalau misalnya ada pergantian istilah seperti ini, saya khawatir kelihatannya pemerintah dalam hal ini belum menemukan formula yang jelas tegas untuk memutus rantai penyebaran virus COVID-19. Itu berbahaya," ujarnya. (ase)